[dari : http://nakinisa.blogspot.com/2009/06/jangan-paksa-anak-berhitung]
Sulit rasanya jika sang anak tidak tertarik dengan pelajaran yang sifatnya berhitung atau yang berhubungan dengan angka. Keadaan ini harus dihindari, dengan menumbuhkan minat anak dengan membuat suasana yang menyenangkan. Menurut psikolog Evi Elviati, "Awal yang terpenting adalah menciptakan situasi yang menyenangkan, ketika mengenalkan berhitung kepada anak, jangan sekali-sekali memaksanya," ujarnya. "Misalnya dalam situasi bermain, atau ketika bercerita atau mendongeng kepada anak. Contoh ketika anak bermain bola, sebelum mulai kita ajak anak untuk mengetahui berapa bola yang ia miliki? Atau bisa juga dengan menggunakan anggota tubuh yang ada, misalnya bertanya berapa gigi yang sudah dimilikinya, jumlah telinga, mata, dll," tambahnya.
Umumnya pengenalan angka atau berhitung, bisa dimulai ketika anak sudah mulai memasuki usia pra-sekolah (usia 3 tahun). Misalnya belajar menyebut angka 1 sampai 10 atau memperkenalkan bentuk angka dasar terlebih dahulu. Manfaatnya adalah anak tidak menjadi antipati pada pelajaran berhitung, mau belajar sendiri tanpa harus disuruh karena ia berminat pada bidang ini. Akan sangat mudah jika kita dapat mengetahui ciri anak yang mampu mengenali angka sejak usia dini. "Tidak ada ciri khusus, namun yang mampu mengenali angka sejak dini adalah anak-anak yang memiliki tahapan perkembangan normal, artinya bukan yang mengalami kelainan atau keterlambatan perkembangan," ucap Evi. Lalu bagaimana mengenali anak yang tidak mampu berhitung atau mengenali angka sejak dini. Biasanya diawali dengan hambatan perkembangan, misalnya belum bisa berbicara atau sulit konsentrasi dan sebagainya.
Jangan memaksakan anak harus bisa berhitung sejak usia dini. Apapun yang dipaksakan biasanya memberikan efek yang tidak baik, oleh karena itu bila seorang anak tidak mau berhitung jangan dipaksa tetapi tumbuhkan minatnya dulu, misalnya dengan menceritakan hal-hal yang menarik dari kegiatan berhitung dan manfaat apa yang diperoleh.
Dalam proses pembelajaran, antara anak laki-laki dan perempuan sebaiknya tidak dibedakan. Kita dapat memperkenalkan angka dan hitungan dengan kegiatan keterampilan fisik yang aman bagi anak laki-laki atau perempuan, misalnya melempar bola sambil menghitung atau melangkah ke depan dan mundur sambil menghitung. Selain itu, ada cara lain yakni dengan mengumpulkan benda dalam jumlah tertentu, dsb.
Metode belajar tersebut dianggap efektif, karena dengan pengalaman langsung si anak melakukan sesuatu sambil belajar. Karena tahap berpikir mereka masih pada tahap konkrit operasional, misalnya ibu punya 2 bola maka harus ada dua bola yang ia lihat. Hal tersebut tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, tetapi bisa dilakukan di mana saja, di tempat tidur, di perjalanan, di rumah, di taman, di tempat rekreasi atau tempat menyenangkan lainnya.
Menurut Evi, tahap pertumbuhan anak masih belum perlu memberikan makanan atau suplemen tambahan agar si kecil nafsu belajarnya bertambah, yang penting orangtua atau guru menumbuhkan minat anak untuk belajar dulu. Bisa jadi anak tidak mau bukan karena tidak bisa tetapi kurang atau tidak tertarik dengan apa yang diberikan.
Sumber : Dokter Kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar