Sabtu, 16 Mei 2009

Paradigma Psikoanalitik Carl Gustav Jung

Paradigma Psikoanalitik Carl Gustav Jung
Ada beberapa tokoh Psikoanalitik di antaranta Carl Gustav Jung. Jung pada mulanya seorang pengikut setia Freud, namun kemudian mempunyai beberapa pandangan penting yang berbeda. Pertama, Jung menolak pandangan Freud mengenai pentingnya seksualitas. Menurutnya, kebutuhan seks setara dengan kebutuhan manusia lainnya, seperti makan, kebutuhan spiritual, dan pengalaman religius.
Kedua, Jung menentang pandangan mekanistik terhadap dunia dalam dari Freud; bagi Jung tingkah laku manusia dipicu bukan hanya oleh masa lalu tetapi juga oleh padangan orang mengenai masa depan, tujuan dan aspirasinya. Pandangan Jung bersifat purposive-mechanistic; event masa lalu dan antisipasi masa depan dapat mempengaruhi atau membentuk tingkah laku. Freud memandang kehidupan sebagai usaha memusnahkan atau menekan kebutuhan insting yang terus menerus timbul, sedang Jung memandang kehidupan sebagai perkembangan yang kreatif.
Ketiga, Jung mengumakakan teori kepribadian yang bersifat racial atau phylogenis (Filogenik: evolusi genetika yang berkait dengan sekelompok makhluk hidup). Asal muasal kepribadian secara filogenik berada pada garis keturunan, melalui jejak ingatan dari pengalaman masa lalu ras manusia). Dasar kepribadian bersifat persona, earth mother, child, wise old man, dan anima, semuanya menjadi predisposisi bagaimana orang menerima dan merespon dunia.

Kursus dan Pelatihan

PENGERTIAN DAN PERANAN KURSUS, PENDIDIKAN DAN LATIHAN

I. PENDAHULUAN
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setip jenjang dan jenis pendidikan .
Satuan Pendidikan Nonformal (Sisdiknas Pasal 26 ayat 4) terdiri atas :
1. Lembaga Kursus dan Pelatihan,
2. Kelompok belajar,
3. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
4. Majelis taklim serta satuan pendidikan sejenis
Sisdiknas Pasal 26 ayat 5: Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

II. PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud dengan kursus ?
2. Jenis-jenis kursus seperti apakah yang diatur pemerintah?
3. Apa yang dimaksud dengan pelatihan dan pendidikan?
4. Apa manfaat pelatihan dan pendidikan?
5. Bagaimana peranan pelatihan dan pendidikan untuk peningkatan sumber daya manusia?

III. PEMBAHASAN
1. KURSUS
Lembaga Kursus merupakan satuan pendidikan pendidikan luar sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masya- rakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

A. Ciri-ciri kursus:
a. Isi dan tujuan pendidikannya selalu berorientsi pada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, untuk mengembangkan minat dan bakat, pekerjaan, profesi, usaha mandiri, karier, mempersiapkan diri dari masa depan, memperkuat kegiatan pendidikan, dan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Warga beajar usianya tidak dibatasi, dan tidak dibedakan jenis kelaminya, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan proses belajar yang efektif
c. Program belajar isi pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan fungsional, profesi yang dibutuhkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk persiapan memasuki masa depan. Metode penyajian disesuaikan dengan kondisi warga belajar dan situasi setempat.
d. Tenaga pendidik, sarana/fasilitas disesuaikan dengan jenis dan tingkat kursus.
e. Hasil belajar langsung dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri-ciri kursus:
 Isi dan tujuan pendidikannya selalu berorientsi pada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat
 Warga beajar usianya tidak dibatasi
 Program belajar isi pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan fungsional, profesi yang dibutuhkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk persiapan memasuki masa depan
 Tenaga pendidik, sarana/fasilitas disesuaikan dengan jenis dan tingkat kursus
 Hasil belajar langsung dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
 Memiliki kurikulum sesuai dengan program belajar yang dibutuhkan.

Kursus diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

Beberapa rumpun kursus diantaranya :
o Menjahit
o Tata Kecantikan Kulit/Rambut
o Tata Rias Pengantin
o Jasa Boga
o Otomotif
o Elektronika
o SPA
o Komputer
o Pariwisata (perhotelan)
o Bahasa
o dsb

Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Kursus.
Dalam rangka Pemerataan dan Perluasan Akses, dilaksanakan melalui penyelenggaraan berbagai program yang mengarah pada pembekalan kepada warga belajar tentang pengetahuan, keterampilan sikap, dan kepribadian profesional yang berbasis pada pendidikan kecakapan hidup, untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat baik pada spektrum pedesaan, perkotaan, nasional, dan internasional, yaitu: 1) Kursus Wirausaha Kota (KWK), 2) Kursus Wirausaha Desa (KWD), 3)Kursus Para Profesi (KPP), dan 4) Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) kerjasama SMK/Politeknik/BLK /Perguruan Tinggi.

Kebijakan mengacu pada misi direktorat kursus dan kelem- bagaan yaitu :
Mendorong terwujudnya kelembagaan kursus dan kursus para profesi (KPP) yang berorientasi pada peningkatan kecakapan hidup(PKH) yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat khususnya bagi penduduk miskin dan pengangguran terdidik, dapat bekerja dan atau berusaha secara produktif mandiri dan profesional.

Penjabaran dari misi tersebut dijabarkan kedalam induk program pembinaan kursus dan kelembagaan diantaranya :
 Mewujudkan KPP yang berorientasi pada wirausaha pedesaan (Kursus Wirausaha Desa atau KWD)
 Mewujudkan KPP yang berorientasi pada wirausaha perkotaan (Kursus Wirausaha Kota atau KWK)
 Mewujudkan KPP yang berorientasi pada penyiapan tenaga kerja luar negeri
Dari misi dan induk program tersebut merupakan dasar dalam mengembangan program Kursus Para Profesi (KPP)
Landasan konseptual KPP.
 Kursus yang dimaksud disini adalah salah satu bentuk layanan pendidikan pada jalur pendidikan non formal bagi masyarakat (peserta didik) melaui pendidikan dan latihan untuk membekali sejumlah kompetensi tertentu kepada pesera didik, sehingga mereka siap memasuki dunia kerja/DUDI
Istilah Para dalam bentuk kata benda mengandungarti pembantu (asisten) dan dalam kata kerja mengandung arti membantu (to assist).
 Profesi (profession) berarti pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, artinya pekerjaan yang bersifat profesional bukan dilakukan orang yang karena tidak memilik pekerjaan sehingga harus melakukan pekerjaan tersebut.
 Para Profesi dapat diartikan sebagai asisten profesi atau pembantu tenaga profesional berkenaan dengan pekerjaan yang memerlukan keahlian tertentu (spesifik) yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Sebagai contoh: Para Medis adalah pembantu dibidang pekerjaan medis.
Jadi yang dimaksud Kursus Para Profesi (KPP) adalah program layanan pendidikan dan latihan yang berorientasi pda kecakapan hdup (Life-Skills) yang diberikan pada peserta didik agar memiliki kompetensi dibidang keterampilan tertentu, setingkat operator dan teknisi yang bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja didalam dan diluar negeriatau melaksanakan usaha mandiri.
Difininisi tersebut memberikan indikasi bahwa program KPP harus memenuhi 3 syarat :
 Komptensi yang dikembangkan harus sesuai dengan permintaan atau kebutuhan DUDI.
 Harus dilakukan uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat
 Lulusan KPP yaitu para profesi harus harus disalurkan untuk mengisi lapangan kerja baik dalam maupun luar negeri atau membuka usaha sendiri. .
Oleh karena itu penyelenggaraan KPP harus didasarkan atas “Job Order ” dari DUDI baik dalam negeri maupun Luar negeri.

a. Program Kursus Wirausaha Kota (KWK)
Kursus Wirausaha Kota (KWK) adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat perkotaan agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk bekerja dan atau berwirausaha dalam upaya peningkatan kualitas hidupnya.

o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KWK adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan/atau usaha yang ada diperkotaan, antara lain:
1. Menjahit
2. Tata Kecantikan Kulit/Rambut
3. Tata Rias Pengantin
4. Jasa Boga
5. Otomotif
6. Elektronika
7. SPA
8. Komputer
9. Pariwisata (perhotelan)
10 Jenis keterampilan bidang jasa lainnya sesuai kebutuhan pasar kerja dan usaha di perkotaan.

b. Program Kursus Wirausaha Desa (KWD)
KWD adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat pedesaan agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya.
o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KWD adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan/atau wirausaha yang ada di pedesaan. Jenis keteram pilan KWD diarahkan pada sektor produksi yang memberdayakan sumber potensi sekitarnya. Prioritas jenis keterampilan yang relevan dengan pasar kerja dan/atau usaha di pedesaan, antara lain:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Perikanan darat dan laut
4. Kehutanan
5. Peternakan
6. Pertukangan
7. Keterampilan lain yang dianggap laku di pasar
sekitar (marketable).

c. Program Kursus Para Profesi (KPP)

Kursus Para Profesi (KPP) adalah program pelayanan pendidikan dan pelatihan berorientasi pada Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang diberikan kepada peserta didik agar memiliki kompetensi di bidang keterampilan tertentu setingkat operator dan teknisi yang bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja.

o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KPP adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan pesanan tenaga kerja (job order) yang dimiliki oleh lembaga penyelenggara KPP. Prioritas Jenis keterampilan yang dapat diselenggarakan melalui program KPP, antara lain :
1. Otomotif
2. Elektronika
3. Spa
4. Komputer
5. Akupunktur
6. PLRT plus
7. Garmen/menjahit
8. Baby Sitter
9. Care Giver
10. House Keeping
11. Pariwisata (perhotelan)
12. Jenis keterampilan lainnya sesuai job order.

2. PELATIHAN DAN PENDIDIKAN

Pengertian Pelatihan dan Pendidikan
Mengikut Fliffo (1988) “education is concerded with increasing general knowledge and understanding of our total environment” (pendidikan ialah berkait rapat dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman kepada persekitaran secara keseluruhan). Manakala “Training is the act of increasing the knowldedge and skill of an employe for doing a particular job” (latihan ialah suatu usaha peningkatan pengetahuan dan kefakaran seorang pegawai untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu).
F. Sikula pula berpendapat bahawa “training is a short term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which non managerial personnel learn techical knowledge and skills for a definete purpose” (latihan ialah suatu proses pendidikan jangka masa singkat dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir dimana pegawai operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan kefakaran untuk tujuan tertentu).
Daripada dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan (education) berbeda dengan latihan (training). Latihan merupakan bagian daripada pendidikan, latihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Yang dimaksud dengan spesifik dalam artian latihan bertalian erat dengan suatu pekerjaan tertentu atau spesifik daripada peserta. Manakala yang dimaksud dengan praktis dan segera ialah bahawa apa yang telah diberikan dalam masa latihan boleh diterapkan dengan segera, sehingga materi yang diberikan mestilah bersifat praktis.
Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan latihan mempunyai matlamat yang sama, iaitu pembelajaran. Didalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Menerusi pemahaman, pegawai dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, serta menjadi pegawai efisien dan efektip (berkesan) didalam menjalankan pekerjaan.
Latihan ialah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk mempertingkatkan kefakaran, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu. Program latihan berusaha untuk mengajarkan kepada peserta (trainee) bagaimana menjalankan aktiviti atau pekerjaan tertentu. Menerusi latihan trainne memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, kefakaran, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang bertalian dengan pekerjaannya.
Perbedaan antara latihan dan pembinaan, latihan dimaksudkan untuk menolong pegawai menjalankan pekerjaan mereka pada masa sekarang secara lebih baik, manakala pembinaan pula ialah proses jangka masa lama peningkatan kinerja pegawai untuk menyongsong tantangan di masa hadapan.
Pembinaan berteraskan kepada fakta bahawa seorang pegawai akan memerlukan serangkaian pengetahuan, kefakaran, dan kebolehan yang lebih maju untuk mempertingkatkan kualiti kerja yang dipikulnya sepanjang kariernya. Pembinaan (development) diartikan sebagai penyiapan individu-individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi di dalam organisasi. Pada amnya pembinaan bertalian dengan peningkatan kebolehan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan yang lebih baik.


2.1. Orientasi Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan sebagai alat kepada organisasi untuk memudahkan pegawai melakukan tugasnya perlu diberikan sedari awal penempatan pegawai baru supaya dalam menghadapi cara kerja, lingkungan dan sistem kerja yang berlaku, pegawai berkenaan tidak merasa cemas dan mudah menyesuaikan diri.
Kerap sekali ditemui, pada masa pertama kali seseorang bekerja di persekitaran yang baru, akan nampak bahawa orang tersebut tidak boleh menyesuaikan diri dengan persekitaran kerjanya. Keadaan seperti ini juga dialami oleh mereka yang telah berpengalaman dalam pekerjaannya. Untuk mengatasi perasaan cemas dan sulitnya menyesuaikan diri bagi pegawai baru, organisasi membuat program pengenalan yang disebut orientasi.
Orientasi ialah aktiviti yang bertalian pengenalan individu kepada organisasi, dimana organisasi menyediakan landasan bagi pegawai baru untuk boleh berfungsi efektip dan menyenangi pekerjaan yang baru. Program orientasi bermula daripada pengenalan informasi yang singkat sehinggalah kepada program yang panjang. Pegawai baru memerlukan informasi spesifik dalam tiga perkara utama, iaitu:
1. Standard, pengharapan, norma, tradisi, dan kebijakan organisasi,
2. Perilaku sosial, iklim kerja, mengenalpasti rekan sejawat/kerja dan atasan langsung,
3. Aspek-aspek teknis pekerjaan.
Kejayaan orientasi mengikut French dalam Prasetya Irawan, dan at.al (1977), bahawa prosedur orientasi selayaknya menerusi perancangan dimana program tersebut dikhususkan untuk memecahkan persoalan spesifik pegawai baru. Mengikutnya pula, bahawa kunci sukses program orientasi terletak kepada pendekatan yang partisipatif, sambutan yang hangat, dan perhatian kepada individu merupakan, perkara yang vital dalam program orientasi. Tujuan orientasi pegawai baru oleh Hendry Simamora (1985) ialah:
1. Mempelajari prosedur pekerjaan,
2. Menjalin hubungan dengan rakan sekerja, bawahan ataupun atasan dan menyesuaikan diri dengan cara-cara organisasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Masudnya adalah untuk mengembangkan pengharapan pekerjaan yang realistik dan sikap positif terhadap organisasi,
3. Menumbuhkan kepada pegawai baru perasaan memiliki dengan cara memperlihatkan bagaimana pekerjaan mereka bersesuaian dengan keseluruhan organisasi,
4. Mengurangi jumlah stres dan kegelisahan yang dialami oleh pegawasi baru,
5. Mengurangi biaya start-up.
Program pengenalan pegawai baru terhadap persekitaran kerjanya disebut pula induksi ataupun sosialisasi. Induksi merupakan tarap awal daripada program orientasi dimana pegawai baru mempelajari tugas yang akan dilakukan, siapa penyelia/pembimbing atasan langsungnya, struktur organisasi, peraturan, kebijakan prosedur kerja, dan lain-lain. Sementara itu sosialisasi adalah proses yang berlangsung terus menerus berupa penanaman dalam diri pegawai mengenai norma, standard, prosedur kerja, sikap dan perilaku kerja yang berlaku dalam organisasi. Sosialisasi tidak hanya untuk pegawai baru, tetapi juga berlangsung ketika seorang pegawai memperoleh promosi atau dimutasikan ke unit organisasi lainnya. Dalam sosialisasi ini diharapkan perilaku individu yang inovatif ataupun adaptif.
Pelaksananaan program orientasi supaya lebih efektip, mengikut Henry Simamora (1995) mestilah dihindari perkara-perkara seperti berikut:
1. Penekanan kepada kertas kerja (paper work),
Pegawai baru diberikan sambutan sepintas lalu, setelah mengisi formulir-formulir yang diberikan oleh biro/bagian kepegawaian. Kemudian pegawai berkenaan diarahkan kepada atasan langsungnya. Pendekatan seperti ini, implikasinya pegawai tidak merasa sebagai bagian dari instansinya.
2. Tinjauan yang kurang lengkap mengenai dasar-dasar pekerjaan.
Suatu orientasi yang cepat dan dangkal karena pegawai baru langsung ditempatkan pada pekerjaan, sehingga mereka merasa tenggelam ataupun mangap-mangap.
3. Tugas-tugas pertama pegawai baru tidak signifikan, dimaksudkan untuk mengajarkan pekerjaan mulai dari dasar sekali,
4. Memberikan terlampau banyak maklumat secara cepat adalah suatu keinginan yang baik, tetapi merupakan pendekatan yang mencelakakan, menyebabkan pegawai baru merasa kewalahan dan mati lemas.

2.2. Keterkaitan Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan berhubung kait dengan aspek-aspek lainnya daripada pengurusan sumber manusia, seperti penempatan, perencanaan karier, penilaian prestasi kerja, dan kompensasi. Hubungan atau keterkaitan pelatihan boleh dijelaskan seperti berikut:
a) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan penempatan (placement),
Konsep penempatan mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi. Sebagaimana halnya pegawai baru, pegawai lamapun perlu direkrut secara internal, perlu diseleksi dan lazimnya mereka menjalani program orientasi sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan melaksanakan pekerjaan yang baru pula. Untuk penempatan seperti promosi, salah satu persyaratannya, pernah dan lulus mengikuti program pendidikan dan latihan jabatan. Dengan demikian penempatan pegawai dilandasi oleh program latihan dalam rangka peningkatan profesionaliti, sama ada untuk masa sekarang mahupun dimasa yang akan datang.
b) Keterkaitan latihan dengan perencanaan karier,
Biro/bagian kepegawaian departemen/intansi diharapkan bersikap proaktif dalam perencanaan karier para pegawainya. Dengan sikap yang proaktif tersebut akan boleh menolong para pelatih/instruktur/widyaiswara mengidentifikasikan keperluan para pegawai didalam pendidikan dan latihan serta pengembangan tertentu. Biro/bagian boleh menyelenggarakan latihan tentang perencanaan karier yakni pengalihan pengetahuan mengenai berbagai teknik perencanaan karier dengan menggunakan kaedah ceramah dari para pejabat, lokakarya ataupun seminar. Pendikatan ini memberikan manfaat bagi pegawai, antara lain:
i) Pegawai mengetahui komitmen pimpinan bahawa mereka diberikan kesempatan untuk meniti karier setinggi mungkin dalam organisasi,
ii) Para pegawai diarahkan untuk menentukan sasaran kariernya, mengidentifikasikan jalur karier yang mungkin ditempuhnya, cara memanfaatkan berbagai peluang mengembangkan karier, serta memilih berbagai kegiatan pengembangan karier yang mungkin dilakukannya.
c) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan penilaian prestasi kerja,
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik sangat berguna untuk berbagai kepentingan. Salah satu manfaatnya ialah untuk menyusun program pendidikan dan latihan, sama ada yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan mahupun untuk mengembangkan potensi pegawai yang ternyata belum sepenuhnya terungkap menerusi penilaian prestasi kerja.
d) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan kompensasi.
Salah satu faktor pribadi pegawai yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi ialah pendidikan dan latihan. Pegawai yang berpendidikan lebih tinggi akan memperoleh kompensasi yang lebih besar daripada pegawai yang lebih rendah tingkat pendididkannya. Pertimbangan faktor ini merupakan penghargaan organisasi kepada keprofesionalitasan seseorang. Pertimbangan ini juga boleh memotivasi pegawai untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya.
2.3. Tujuan dan Manfaat Pendidikan dan Latihan
Departemen/instansi yang akan menyelenggarakan pendidikan dan latihan perlu terlebih dahulu menentukan manfaat yang ingin dicapai menerusi pendidikan dan latihan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan harus jelas apa yang akan menjadi matlamatnya sehingga nyata arah atau tujuan yang harus diraih. Pendidikan dan latihan yang sekedar untuk menghabiskan anggaran yang tersedia atau ketertarikan pimpinan terhadap program tertentu sering kali merupakan pemborosan. Oleh itu tujuan latihan merupakan pedoman dan penyusunan program latihan, pelaksanaan dan evaluasinya.
Manfaat pendidikan dan latihan mengikut Hani Handoko (1994), semestinya boleh menutupi gap atau kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan spesifikasi pekerjaan. Tujuan lainnya, program pendidikan dan latihan diharapkan merubah perilaku kerja pegawai agar boleh mempertingkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam meraih sasaran kerja yang telah ditetapkan.
Walaupun program pendidikan dan latihan menghabiskan waktu dan biaya yang mahal, namun akan mengurangi perpindahan atau pusing ganti pegawai (turnover) dan boleh mempertingkatkan produktiviti pegawai. Program pendidikan dan latihan akan membantu pegawai dalam menghindari diri daripada keusangan dan melaksanakan tugas pekerjaan dengan lebih baik.
Henry Simamora (1995) berpendapat bahawa tujuan-tujuan utama latihan dapat dikelompokkan kedalam lima bidang:
i) Memutahirkan keahlian para pegawai sejalan dengan perubahan teknologi,
ii) Mengurangi waktu belajar bagi pegawai baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan,
iii) Membantu memecahkan permasalahan operasional,
iv) Mempersiapkan pegawai untuk promosi,
v) Mengorientasikan pegawai terhadap organisasi.
Pendidikan dan latihan mustahak perlu dijalankan, kemutlakan itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang boleh dipetik daripada pendidikan dan latihan. Sama ada P. Siagian (1999) mahupun William B. Werter Jr. dan Keith Davis (1996) menyatakan bahawa pada asasnya terdapat beberapa manfaat pendidikan dan latihan bagi organisasi, individu, dan bagi penumbuhan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok (kumpulan) kerja dalam suatu organisasi.

a) Manfaat bagi organisasi
1) Peningkatan produktiviti kerja organisasi sebagai keseluruhan antara lain karena tidak terjadinya pemborosan, karena kecermatan melaksanakan tugas, tumbuh suburnya kerja sama antara berbagai satuan kerja yang melaksanakan kegiatan yang berbeda dan bahkan spesialistik, meningkatkan tekad mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta lancarnya koordinasi, sehingga organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh,
2) Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, antara lain karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang didasarkan kepada sikap dewasa, sama ada secara terknikal maupun intelektual. Saling menghargai dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berfikir dan bertindak secara inovatif,
3) Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena membabitkan para pegawai yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan-kegiatan operasional dan tidak sekedar diperintahkan oleh para manajer.
4) Meningkatkan semangat kerja seluruh pegawai dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi,
5) Mendorong sikap keterbukaan manajemen menerusi penerapan gaya managerial (pengurusan) yang partisipatif,
6) Memperlancar jalannya komunikasi yang efektip yang pada gilirannya memperlancar proses perumusan kebijakan organisasi dan operasionalnya,
7) Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya ialah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan para anggota organisasi.
b) Manfaat bagi individu
1) Menolong para pegawai membuat keputusan dengan lebih baik,
2) Meningkatkan kemampuan para pegawai menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,
3) Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional,
4) Timbulnya dorongan di dalam diri para pegawai untuk terus mempertingkatkan kemampuan kerjanya,
5) Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri,
6) Tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual,
7) Meningkatkannya kepuasan kerja,
8) Semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang,
9) Makin besarnya tekad pegawai untuk lebih mandiri,
10) Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru dimasa depan,
c) Manfaat bagi kelompok kerja
1) Terjadinya proses komunikasi yang efektip,
2) Adanya persepsi yang sama tentang tugas-tugas yang harus diselesaikan,
3) Ketaatan semua pihak kepada berbagai ketentuan yang bersifat normal, sama ada yang berlaku umum dan ditetapkan oleh instatnsi pemerintah yang berwenang mahupun yang berlaku khusus di lingkungan suatu organisasi tertentu.
4) Terjadinya iklim yang baik bagi pertumbuhan selurus pegawai,
5) Menjadikan organisasi sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk berkarya.
Kendati demikian luasnya manfaat pendidikan dan latihan tersebut, tidaklah berarti bahawa seluruhnya akan dapat dicapai dengan satu jenis pendidikan dan latihan sahaja. Karena tujuan pendidikan dan latihan itu berbeda-beda tergantung kepada sasaran yang ingin dicapai dengan pendidikan dan latihan tersebut.

METODE PELATIHAN
Berdasarkan pertimbangan dalam menentukan metode latihan tersebut, berikut ini ialah berbagai metode diklat yang sudah umum dikenal dan digunapakai di berbagai organisasi, iaitu:

1) On the job training
Diklat ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru di bawah bimbingan pegawai lain yang telah berpengalaman. Para pegawai senior yang bertugas untuk membimbing pegawai baru diharapkan memperhatikan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret yang akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut segera setelah diklat berakhir.
Berbagai macam metode on the job training yang pada umumnya digunakan dalam praktek antara lain rotasi pekerjaan, sistem magang, coaching, tugas belajar, dan penugasan sementara. Berikut ini penjelasan masing-masing metode tersebut:
a) Rotasi pekerjaan
Para pegawai dilatih mengerjakan beraneka ragam tugas, mereka ditransfer atau dimutasikan dari suatu jabatan ke jabatan lain untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
b) Sistem magang (apprenticeships)
Pegawai dilatih dibawah bimbingan rekan kerja yang sangat terampil.
c) Coaching
Atasan langsung memberikan bimbingan dan pengarahan kepada para pegawai dalam pelaksanaan kerja rutin pegawai dalam menjalankan kerja rutin mereka.
d) Tugas belajar (internship).
Pegawai belajar dari pegawai lain yang dianggap lebih berpengalaman dan lebih mahir melaksanakan tugas tertentu. Diklat kerja ini kerap dikombinasikan dengan pengajaran formal dalam kelas yang ada hubungannya dalam diklat tersebut.
e) Penugasan sementara
Penempatan pegawai pada posisi menajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu ditetapkan. Pegawai tersebut terbabit langsung dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional nyata, serta mereka dapat meningkatkan keterampilan nyata, serta mereka dapat meningkatkan keterampilan dalam interaksi antara pegawai.

2) Off the job training
Diklat dengan menggunakan kaedah ini berarti pegawai sebagai peserta keluar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya untuk mengikuti latihan. Metode ini terdiri atas dua macam yakni teknik-teknik presentasi informasi dan metode simulasi.
1) Teknik-teknik presentasi informasi
a) Ceramah
Pengajar bertatap muka langsung dengan peserta. Peserta diklat pasif mendengarkannya.
b) Presentasi video
Presentasi TV, films, silides dan sejenisnya ialah serupa dengan bentuk kuliah. Metode ini biasanya digunakan sebagai bahan atau alat pelengkap bentuk-bentuk latihan lainnya.
c) Metode konverensi
Metode ini analog dengan bentuk kelas seminar di perguruan tinggi, sebagai pengganti metode kuliah. Tujuannya ialah untuk mengembangkan kecakapan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dan untuk mengubah sikap pegawai.
d) Programmed instruction
Metode ini menggunakan komputer untuk memperkenalkan kepada peserta mengenai topik yang harus dipelajari dan serangkaian langkah dengan umpan balik langsung pada penyelesaian setiap langkah sebelum pelajaran diberikan, peserta diberikan placement test untuk menentukan tingkatan awal setiap peserta.
e) Belajar sendiri (self study)
Teknik ini biasanya menggunakan manual atau modul tertulis dan kaset atau video tape rekaman. Belajar sendiri berguna bila pegawai tersebar secara geografis atau bila proses belajar hanya memerlukan sedikit interaksi.
2) Metode-metode simulasi
Peserta diklat menerima representasi tiruan (artificial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantaranya metode-metode simulasi yang sering dugunapakai, antara lain:
a) Studi kasus
Pada metode ini peserta dihadapkan kepada suatu peristiwa/kejadian atau situasi yang pernah terjadi (studi kasus). Peserta diharapkan mampu mengidentifikasikan masalah-masah menganalisis situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, pegawai dapat mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan.
b) Bermain peran (role playing).
Peserta ditugaskan untuk memerankan individu tertentu untuk membahas suatu permasalahan sesuai dengan peran masing-masing. Dalam perkara ini tidak ada naskah yang mengatur pembicaraan dan perilaku.
Efektivitas kaedah ini sangat tergantung kepada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misalnya menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual dan mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi (interpersonal skills).
c) Vestibule training
Kaedah ini ialah untuk meningkatkan keterampilan terutama yang bersifat teknikal, ditempat pekerjaan, akan tetapi tanpa menganggu kegiatan organisasi sehari-hari. Organisasi menyediakan lokasi tertentu dengan dilengkapi berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan dalam pekerjaan sebenarnya. Contoh Frontdesk, kegiatannya meliputi menerima tamu, pendaftaran tamu, pemberian informasi, menerima keluhan dan sebagainya.
d) Diklat laboratorium (laboratory training)
Teknik ini adalah suatu bentuk diklat kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi. Salah satu bentuk diklat ini seperti diklat kepekaan (sensitivity training) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Diklat ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan dimasa yang akan datang.

IV. KESIMPULAN
Lembaga Kursus merupakan satuan pendidikan pendidikan luar sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masya- rakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan (education) berbeda dengan latihan (training). Latihan merupakan bagian daripada pendidikan, latihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Manfaat pendidikan dan latihan mengikut Hani Handoko (1994), semestinya boleh menutupi gap atau kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan spesifikasi pekerjaan.

V. DAFTAR PUSTAKA
1. Sutrisno, Ir, M. Pd. 2009. Makalah Satuan Pendidikan dan Program Pendidikan Non Formal. Bandung: Diklat Supervisi dan BimbinganTeknis Pendidikan Non Formal.
2. Suhari, Mukhlis. 2009. Diklat. Diakses: tanggal 5 April 2009. Sumber: www.suhardi-mukhlis.co.cc/download/3/ -

Empat Pilar Pendidikan

Empat Pilar Pendidikan

Pendidikan selama ini didasarkan pada 4 hal (4 pilar of education) :
1. Learning to how (belajar untuk tahu)
2. Learning to do (belajar unutk berbuat) : memperoleh bukan hnaya keterampilan okupasif, pekerjaan, jabatan, melainkan memperoleh kompetensi u menghadapi banyak situasi dalam pekerjaan, mengahadapi pekerjaan dalam bentuk tim. Dalam konteks bebagai pengalaman social dan kerja orang muda ini bisa bersift formal, informal, berupa kursus & alternative lainnya.
3. Learning to live together (belajar untuk bersama) : mengembangkan pemahaman thdp orang lain dan mengharhagai saling ketergantungan, untuk mengelola konflik, menghargai nilai2 pluralisme shg muncul saling pengertian dan kedamaian.
4. Learning to be (belajar untuk tetap ada-secara esensi kemanusiaan) : mengembangkan kepribadian seseorang dan mampu bertindak dengan otonomi/ mandiri yang lebih luas, pengambilan keputusan dan tanggunga jawab pribadi. Tidak menganggap remeh setiap aspek potensi orang: memori, bernalar, fisika, keterampilan berkomunikasi.

Gangguan Belajar: Disleksia

GANGGUAN BELAJAR (LEARNING DISABILITIES) : DISLEKSIA


I. PENDAHULUAN
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seorang pendidik harus mengidentifikasi gangguan-gangguan belajar yang dapat terjadi pada anak.
Gangguan kesulitan belajar (learning disabilities/ LD) merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemui dalam dunia pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah kondisi yang dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga presatsi belajarnya rendah dan anak beresiko tinggi tinggal kelas (Yusuf, M, 2003).
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas.
Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Salah satu penyebab gangguan belajar (learning disability/ LD) yang sering terjadi dikenal dengan istilah disleksia, yaitu gangguan membaca spesifik pada anak. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1896. Disleksia mengenai sekitar 80% dari kelompok individu dengan gangguan belajar. Disleksia terjadi pada 5%-10% seluruh anak di dunia. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
Contoh disleksia adalah seorang teman agak cemas ketika anaknya yang berumur 3 tahun selalu terbalik-balik mengucap kata-kata tertentu. Misalnya saja kata sobek disebut rsebok atau kata gajah disebut jagah. Setelah diperiksa, ternyata si anak menderita disleksia.
Yang menarik, disleksia ternyata tidak hanya menyangkut kemampuan baca dan tulis, melainkan bisa juga berupa gangguan dalam mendengarkan atau mengikuti petunjuk, bisa pula dalam kemampuan bahasa ekspresif atau reseptif, kemampuan membaca rentetan angka, kemampuan mengingat, kemampuan dalam mempelajari matematika atau berhitung, kemampuan bernyanyi, memahami irama musik, dll.
Ternyata pula disleksia ini bukan hanya terjadi pada anak-anak saja. Orang dewasapun mengalaminya. Contohnya saja Presiden George W Bush pernah salah saat berkampanye. Ingin menyebut peacemaker menjadi pacemaker, yang artinya sungguh jauh berbeda.

II. PERMASALAHAN
1. Apa itu disleksia?
2. Apakah ciri-cirianak yang mengalami disleksia?
3. Adakah individu disleksia mempunyai keistimewaan ?
4. Masalah-masalah apa saja yang mungkin dialami anak disleksia?
5. Bagaimana membantu anak-anak bermasalah disleksia ?

III. PEMBAHASAN
Kesulitan belajar pertama kali dirumuskan sebagai kesulitan belajar secara spesifik. Pada tahun 1878 dr. Kussmaul dari Jerman melaporkan adanya seorang lelaki yang mempunyai kecerdasan normal tapi tidak dapat membaca, yang diistilahkannya sebagai ”buta membaca” (reading blindness). Sembilan tahun kemudian, Dr. Berlin, doctor berkebangsaan Jerman yang lain, menamakan kondisi tersebut dengan dyslexia.
Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal").
Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai "Alexia". Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah.
Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua. Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi dyslexia adalah Albert Einstein, Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg dan Vanessa Amorosi

3. 1. Apa yang dimaksud dengan disleksia?
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang yang akurat.

3. 2. Disleksia dan otak kita.
Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun 1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan apapun dibandingkan teman-temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.
Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.

3. 3. Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.
Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
• Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
• Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
• Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
• Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
• Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
• Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
• Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
• tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).
• Daya ingat jangka pendek yang buruk
• Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
• Tulisan tangan yang buruk
• Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
• Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
• Kesulitan dalam mengingat kata-kata
• Kesulitan dalam diskriminasi visual
• Kesulitan dalam persepsi spatial
• Kesulitan mengingat nama-nama
• Kesulitan / lambat mengerjakan PR
• Kesulitan memahami konsep waktu
• Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
• Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
• Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
• Kesulitan membedakan kanan kiri

Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :
• Salah pelafalan kata-kata yang panjang
• Bicara tidak lancar
• Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan dalam membaca:
• Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
• Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
• Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
• Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
• Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
• Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
• Kesulitan mengeja
• Membaca sangat lambat dan melelahkan
• Tulisan tangan berantakan
• Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
• Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.
(Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)


3. 4. Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut.
Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.

VI. KESIMPULAN
1. Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain.
2. Disleksia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Meskipun faktor genetik cenderung menjadi penyebab utama.
3. Tanda-tanda disleksia tidaklah terlalu sulit dikenali apabila para orangtua memerhatikan anak secara cermat. Jika perasaan Anda mengatakan ada sesuatu yang terasa berbeda pada anak Anda, segera periksakan sekarang.
4. Hasil penelitian telah menjelaskan semakin dini deteksi disleksia pada anak semakin baik. Waktu yang ideal untuk memulai program remediasi adalah antara usia empat sampai tujuh tahun.
5. Disleksia dapat disembuhkan dan peran orangtua sangat diperlukan untuk terlibat aktif untuk penyembuhan disleksia pada anak. Dukungan orangtua merupakan sumber utama bagi kesembuhan disleksia pada anak.

VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Emmy. (2008). Jenis-jenis Disleksia. Dapat diperoleh melalui URL : http://sehatbugar.multiply.com/journal/item/102/102.html.
2. Meida, Ira. (2007). Disleksia Bukan Berarti Bodoh. Dapat diperoleh melalui URL : http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=4926.html.
3. Selikowitz, Mark. (1995). Dyslexia and Other Learning Difficulties-The Fact. New York: Oxford University Press.
4. Yosri, Mohamed dan Yong, Mohamed. (2009). Dyslexia. Dapat diperoleh melalui URL http://www.geocities.com/alam_penyakit/PenyakitDyslexia.html.
5. Weinstein, Lissa. (2007). Living with Dyslexia: Pergulatan Ibu Melepaskan Putranya dari Derita Kesulitan Belajar. Bandung: Qanita.