Kehamilan merupakan suatu momen bahagia yang dinanti-nanti oleh seiap pasangan suami istri baik yang baru menikah maupun yang telah lama menikah. Apalagi jika kehamilan itu adalah kehamilan pertama. Namun, sang calon ibu pada umumnya akan merasakan mual dan muntah atau yang biasa dikenal morning sickness. Bahkan dr. Indra Anwar, Sp.OG dari RS Bunda, Jakarta, memastikan sekitar 50-70% ibu hamil mengalaminya. Keluhan mual muntah ini dikatakan wajar jika dialami pada usia kehamilan 8-12 minggu dan semakin berkurang secara bertahap hingga akhirnya berhenti di usia kehamilan 16 minggu.
Apa itu Morning Sickness ?
Morning sickness atau rasa mual dan muntah biasanya terjadi pada masa 3 bulan awal kehamilan (trimester pertama kehamilan). Setiap wanita hamil akan memiliki tingkat derajat mual yang berbeda-beda, ada yang tidak terlalu merasakan apa-apa, tapi ada juga yang merasa mual dan bahkan ada yang merasa sangat mual dan muntah setiap saat sehingga memerlukan pengobatan (hiperemesis gravidarum). Hal yang perlu diingat adalah setiap wanita hamil spesial dengan karakteristik masing-masing.
Penyebab Morning Sickness?
Meskipun belum diketahui penyebabnya, mual muntah dalam masa kehamilan berhubungan dengan perubahan kadar hormonal dalam tubuh wanita hamil. Ketika wanita hamil maka akan terjadi peningkatan kadar Homor chorionic gonadotropin (HCG) yang berasal dari plasenta (ari -ari). Hormon ini berfungsi untuk menjaga kecukupan produksi hormon estrogen dan progesteron dari indung telur, yang berdampak pada kehamilan agar sehat dan lancar.
Namun selain itu, hormon ini diduga berefek menimbulkan mual dan muntah terlebih pada tiga bulan kehamilan (trimester pertama) dan akan turun kembali setelah bulan keempat. Oleh karena itu mual muntah ini biasanya akan hilang dengan sendirinya setelah memasuki bulan keempat. Disamping hormon HCG ini, hormon estrogen dianggap juga turut menjadi penyebab mual muntah pada wanita hamil. Peningkatan hormon ini membuat kadar asam lambung meningkat, hingga muncullah keluhan rasa mual. Keluhan ini biasanya muncul di pagi hari saat perut ibu dalam keadaan kosong dan terjadi peningkatan asam lambung. Faktor lain yang diduga penyebab morning sickness adalah perubahan metabolisme glikogen hati. Kehamilan menyebabkan metabolisme glikogen hati dan inilah yang diduga sebagai biang keladi pemicu keluhan mual muntah. Namun keluhan ini akan lenyap saat terjadi kompensasi metabolisme glikogen dalam tubuh.
Faktor psikologis juga dapat memicu mual dan muantah pada ibu hamil. Seorang ibu yang tengah hamil muda, belum siap hamil, atau malah tidak menginginkan kehamilan lazimnya akan merasa sedemikian tertekan. Perasaan tertekan inilah yang semakin memicu mual dan muntah.
Tips Mengatasi Morning Sicknes
Beberapa tips untuk membantu anda mengatasi “morning sickness” atau mual-muntah selama awal kehamilan:
Makan dalam jumlah sedikit tapi sering, jangan makan dalam jumlah atau porsi besar hanya akan membuat anda bertambah mual. Berusahalah makan sewaktu anda dapat makan, dengan porsi kecil tapi sering.
Makan makanan yang tinggi karbohidrat dan protein yang dapat untuk membantu mengatasi rasa mual anda. Banyak mengkonsumsi buah dan sayuran dan makanan yang tinggi karbohidrat seperti roti, kentang, biscuit, dll
Di pagi hari sewaktu bangun tidur jangan langsung terburu-buru terbangun, cobalah duduk dahulu dan baru perlahan berdiri bangun. Bila anda merasa sangat mual ketika bangun tidur pagi siapkanlah snak atau biscuit didekat tempat tidur anda, dan anda dapat memakannya dahulu sebelum anda mencoba untuk berdiri.
Hindari makanan yang berlemak, berminyak dan pedas yang akan memperburuk rasa mual anda.
Minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi akibat muntah. Minumlah air putih, ataupun juice. Hindari minuman yang mengandung kafein dan karbonat.
Vitamin kehamilan kadang memperburuk rasa mual, tapi anda tetap memerlukan folat untuk kehamilan anda ini. Bila mual muntah sangat hebat, konsultasikan ke dokter anda sehingga dapat diberikan saran terbaik untuk vitamin yang akan anda konsumsi. Dan dokter anda mungkin akan memberikan obat untuk mual bila memang diperlukan.
Vitamin B 6 efektif untuk mengurangi rasa mual pada ibu hamil. Sebaiknya Konsultasikan dahulu dengan dokter anda untuk pemakaiannya.
Pengobatan Tradisional : Biasanya orang menggunakan jahe dalam mengurangi rasa mual pada berbagai pengobatan tradisional. Penelitian di Australia menyatakan bahwa jahe dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi rasa mual dan aman untuk ibu dan bayi. Pada beberapa wanita hamil ada yang mengkonsumsi jahe segar atau permen jahe untuk menbantu mengatasi rasa mualnya.
Istirahat dan relax akan sangat membantu anda mengatasi rasa mual muntah. Karena bila anda stress hanya akan memperburuk rasa mual anda. . Ambilan waktu untuk anda! cobalah beristirahat yang cukup dan santai, dengarkan musik, membaca buku bayi atau majalah kesayangan anda dll. Hadapilah kehamilan anda dengan kebahagian, karena ini adalah anugerahNya.
Ada Susu yang Tidak Bikin Mual
Walaupun tidak semua ibu hamil mengalaminya, banyak yang mengeluh merasa mual dan ingin muntah begitu mengonsumsi susu, termasuk susu yang diperuntukkan untuk ibu hamil. Keluhan ini tampaknya bisa diatasi dengan mengonsumsi susu formula tinggi vitamin B6 seperti yang pernah diteliti Sri Rahayuningsih, Lineke Guntara dan Helda Mailoa dari Program Diploma IV Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Vitamin B6 sendiri memang kerap digunakan para dokter untuk meredakan mual muntah yang biasa dialami ibu hamil.
Penelitian tersebut dilaksanakan di daerah Lembang Bandung (Oktober 2003 sampai Februari 2004) dengan menjadikan 51 ibu hamil yang menderita mual dan muntah sebagai sampel penelitian. Data tentang karakteristik ibu hamil seperti usia ibu, umur kehamilan, asupan zat gizi, dan pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan sebelum mulai suplementasi (pemberian minuman susu). Suplemen yang diberikan adalah susu formula tinggi vitamin B6, dengan kandungan 5 mg vitamin B6 dan 10 g protein, diminum dua kali sehari selama 10 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mual dan muntah tidak terjadi setiap hari. Dari 51 ibu hamil, hanya 22 orang menderita mual setiap hari dan hanya 12 dari 22 ibu tersebut mengalami muntah setiap hari. Setelah mengonsumsi susu formula tersebut, terdapat penurunan secara bermakna mengenai frekuensi mual dan muntah ini. Penurunan dimulai pada hari ke-3 dan 4.
Konsumsi susu formula tinggi vitamin B6 menyebabkan peningkatan rasio vitamin B6/protein dari 0,0291 + 0,0006 mg B6/g protein menjadi 0,1203 + 0,0022 mg B6/g protein. Penelitian ini memperlihatkan bahwa susu formula tinggi vitamin B6 dapat diandalkan untuk menurunkan keluhan/gangguan mual dan muntah pada ibu hamil.
Yang perlu di ingat adalah segera hubungi dokter anda bila mual-muntah menjadi sangat hebat, sehingga anda tidak dapat makan atau minum apapun juga sehingga dapat menimbulkan kekurangan cairan/dehidrasi (hiperemesis gravidarum).
Mengenal Bahaya Hiperemesis Gravidarum
Mual muntah dalam masa kehamilan adalah suatu yang normal dan berlangsung hanya pada trimester pertama, namun terkadang timbul mual muntah yang sangat parah yang disebut Hiperemesis Gravidarum . Tanda - tandanya adalah sebagai berikut :
* Berat badan turun 2,5 s/d 5 kg atau lebih selama trimester pertama.
* Tidak dapat menelan makanan atau minuman apapun selama 24 jam terakhir.
* Air kencing berwarna kuning sangat gelap atau tidak kencing selama 8 jam terakhir.
* Muntah sangat sering kadang bisa setiap jam atau lebih.
* Mual sangat hebat sehingga selalu muntah saat makan.
DAFTAR PUSTAKA
• Anonim. Morning Sickness. Http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003119.htm
• Anonim. Mual Muntah Dalam Kehamilan. Dapat di akses di http://www.dechacare.com/Mual-Muntah-Dalam-Kehamilan-I256.html.
• Anonim. Morning Sickness. http://sosmorningsickness.org/morning_sickness.html
• Bunda Bayi. Atasi Mual dan Muntah Lewat Pola Makan. Dapat di akses di http://catatanonline.multiply.com/links/item/4.
• Surinah, dr. Tips Mengatasi Mual Muntah Saat Hamil Muda (Morning Sickness). http://www.infoibu.com/tipsinfosehat/mualmuntah.htm.
Minggu, 20 Desember 2009
Sabtu, 05 Desember 2009
PEMECAHAN MASALAH SEKOLAH MENGGUNAKAN TEKHNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
PEMECAHAN MASALAH SEKOLAH MENGGUNAKAN TEKHNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
oleh : YENI RONALISA
RODHI MADZKURI
I. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
SMA Kesatuan 1 Samarinda sebagai salah satu sekolah swasta yang tertua di Samarinda berusaha mengembangkan kualitas dirinya agar dapat mengimbangi perkembangan dunia pendidikan ini, khususnya di Samarinda dan Indonesia pada umumnya. Namun, dalam perjalanan perbaikan diri tentunya mengalami beberapa permasalahan yang perlu dicarikan solusinya.
Makalah ini dibuat untuk menganalisis beberapa permasalahan yang ada di SMA Kesatuan 1 Samarinda dan mencarikan pemecahannya berbasis Tekhnologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
II. PERUMUSAN MASALAH
SMA Kesatuan 1 Samarinda sekolah yang berdiri sejak tahun 1980 yang mengalami pasang surut. Dengan bermunculannya sekolah-sekolah negeri yang baru, sekolah-sekolah swasta harus memiliki daya saing yang tinggi sehingga dapat ‘hidup’, dengan kata lain masih mampu menyerap siswa dalam jumlah yang banyak.
Namun, tidak dipungkiri dengan standar umum dan tidak ada perubahan yang berarti dari tahun ke tahun membuat SMA Kesatuan 1 Samarinda saat ini mengalami penurunan kuantitas siswa. Berdasar penemuan-penemuan permasalahan di lapangan ada beberapa hal yang dapat dirumuskan penulis, yakni :
1. Informasi terbaru tentang SMA Kesatuan 1 Samarinda yang belum tersebar luas.
2. Peralatan praktikum kurang untuk mata pelajaran sains (Fisika, Kimia dan Biologi).
III. TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Komunikasi Massa
Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright, dalam Liliweri, 1991, mrupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara missal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu.
Bittner mengatakan komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara. (DeFleur dan Denis, 1985)
Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat.
Dari beberpa defenisi di atas dapat disarikan beberapa unsur yang terlibat dalam komunikasi massa.
1. sumber
2. khalayak
3. pesan
4. proses
5. konteks
6. media
Karakter Komunikasi massa:
1. Ditujukan pada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis-kultural.
2. Bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Kegiatan penciptaan pesan melilbatkan orang banyak dan terorganisasi.
3. Pola penyampaian bersifat cepat dan tidak terkendala oleh waktu dalam menjangkau khalayak yang luas.
4. Penyampaian pesan cenderung satu arah.
5. Kegiatan komunikasi terencana, terjadwal dan terorganisasi.
6. Penyampaian pesan bersifat berkala, tidak bersifat temporer.
7. Isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, sosial, budaya, politik dll)
Teori-teori komunikasi massa :
1. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)
Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory) Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat menggosok gigi.
Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya. Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya, tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap terbatas (limited-effects model).
Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui pandangannya mengenai gelombang kebisuan.
2. Uses, Gratifications and Depedency
Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :
Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).
Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).
Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).
Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang dilakukan dengan teori uses and gratifications.
3. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.
4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa ?
Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.
B. Pengertian E-learning
Definasi ‘e-learning’ atau electonic learning ini seringkali berubah-ubah selaras dengan kemajuan teknologi pada masa kini. Secara umumnya, ‘elearning’ adalah pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN atau internet) untuk menyampaikan isi materi yang diajarkan. Komputer, .internet, Intranet, satelit, tape audio/ video, TV interaktif dan CD ROM adalah sebagian media elektronik yang dimaksudkan di dalam kategori ini.
Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang menyatakan: e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet.
LearnFrame.Com dalam Glossary of e-Learning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media
Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhan.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat elearning.
Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning’ focus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.
C. Kelebihan dan kekurangan e-learning
Dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang konvensional/ tradisional, e-learning memang memiliki beberapa kelebihan diantaranya :
E-learning dapat mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis (dalam kasus tertentu). E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/ materi, peserta didik dengan guru maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan belajar setiap saat dan berulangulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Kehadiran guru tidak mutlak diperlukan Guru akan lebih mudah :
Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir.
Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya.
Mengontrol kegiatan belajar peserta didik.
Namun disamping itu e-learning juga mempunyai beberapa kelemahan yang cenderung kurang menguntungkan baik bagi guru, diantaranya :
Untuk sekolah tertentu terutama yang berada di daerah, akan memerlukan investasi yang mahal untuk membangun e-learning ini.
Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
Bagi orang yang gagap teknologi, sistem ini sulit untuk diterapkan.
D. Pembelajaran Multimedia
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingnya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar. Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).
Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sehingga pembelajaran dengan menggunakan menggunakan berbagai media dapat meningkatkan daya serap anak. Dalam pembelajaran ilmu sains metode praktikum merupakan metode yang sangat baik digunakan. Namun jika metode praktikum tidak dapat dipenuhi maka dapat dicoba menggunakan metode yang lain, namun cukup efektif.
Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.
1. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon .
2. Media Visual :
a. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
b. Media visual gerak : film bisu.
3. Media Audio-visual
a. Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara.
b. Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
4. Media Serba aneka :
a. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
b. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
c. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
d. Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan.
e. Belajar terprogram
f. Komputer
IV. SARAN PEMECAHAN MASALAH
1. Komunikasi yang tercipta antara sekolah dengan pihak masyarakat luas dapat dikategorikan sebagai komunikasi massa. Dalam berkomunikasi secara massa sekolah harus memilah metode-metode yang efisien dan efektif. Antara sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Metode penyebaran informasi berbasis tekhnologi yang ditawarkan penulis untuk menginformasikan perkembangan sekolah adalah dengan menggunakan fasilitas internet dan media televisi.
Penggunaan fasilitas internet dapat dilakukan melalui cara berikut ini :
Membuat website sekolah. Yang memuat informasi-informasi tentang sekolah, hasil-hasil kreatifitas siswa dan guru, dan tulisan-tulisan guru mau pun staf sekolah. Saat ini website sekolah sudah dibuat dan mulai dikembangkan, yaitu : www.smakesatuan1smd.com.
Membuat dan mengelola milis siswa dan alumni dengan baik. Mencari alumni yang mempunyai pengalaman-pengalaman yang baik dari SMA Kesatuan 1 dan mengajak mereka aktif berpartisipasi aktif mengelola milis. Menerbitkan topik-topik positif yang dapat ditanggapi siswa dan alumni sehingga dapat meramaikan milis.
Beberapa manfaat membuat milis siswa dan alumni :
Terjalin komunikasi aktif antara siswa, alumni dan sekolah. Sehingga penyebaran informasi positif sekolah dapat menyebar dengan cepat dan apabila ada informasi negatif tentang sekolah dapat dibendung dengan cepat.
Biaya murah. Karena dapat memanfaatkan penyedia milis gratis. Pengelolaannya pun dapat dilakukan oleh siswa, alumni, guru maupun staf sekolah.
Membuat iklan di televisi, tapi metode ini relatif mahal.
Bekerjasama dengan media televisi pada acara tertentu mereka yang berkaitan dengan sekolah. Kita membantu memfasilitasi mereka.
2. Proses pembelajaran e-learning dan multimedia sebagai alternatif menunjang kurangnya praktikum siswa di laboratorium.
Pada makalah penulis hanya mencontohkan pembelajaran e-learning pada mata pelajaran sains dan beberapa standar kompetensi yang dapat ditunjang dengan pembelajaran menggunakan multimedia dan e-learning.
Guru mencari software-software tentang sains, bisa di internet atau di toko-toko buku. Dan menggunakan multimedia sebagai pengganti praktikum yang tidak dapat dilakukan, minimal mereka mampu melihat ilustrasi-ilustrasi praktikum secara multimedia.
Guru juga dapat meminta siswa mempelajari tema-tema tertentu di internet dan melaporkan hasilnya. Kenapa menggunakan e-learning ?
Menghemat waktu proses belajar mengajar
Mengurangi biaya perjalanan
Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku-buku)
Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas
Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan
Untuk mendesign mata pelajaran yang hendak disampaikan melalui pembelajaran multimedia, seorang guru harus menyiapkan Rencana Pembelajaran dan persiapan-persiapan yang diperlukan. Menurut Ides Fidiatno, persiapan-persiapan itu meliputi :
1. Persiapan awal :
1.1.Menyiapkan Rencana Pembelajaran
1.2.Mengumpulkan data-data yang diperlukan, gambar atau film / slide (jika
dimungkinkan ada)
1.3.Menyiapkan perangkat komputer ( software yang diperlukan )
2. Pembuatan presentasi untuk pembelajaran.
2.1.Tidak harus semua materi yang akan diajarkan diinformasikan semua
dalam presentasi. Dibutuhkan jiwa seni bagi seorang guru dalam
membuat design presentasi pembelajaran.
2.2.Presentasi mencakup pokok-pokok materinya saja.
2.3.Menyisipkan gambar-gambar, film atau suara jika diperlukan.
2.4.Sebaiknya pada akhir presentasi dibuatkan soal-soal atau tugas-tugas
untuk siswa.
3. Pelaksanaan :
3.1.Sebelum pelajaran dimulai guru menyiapkan tempat presentasi. Ruang
presentasi dapat menggunakan perpustakaan atau laboratorium.
3.2.Menyiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan misalnya, komputer,
LCD proyektor, screen proyektor, microphone dan pengeras suara.
3.3.Pelaksanaan pembelajaran.
3.4.Penilaian ( Post Test )
V. DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elviarno dan Erdaya, Lukiati. (2004). Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Munir Dr (2007), Strategi Pengembangan B2b E-Commerce, Bahan Kuliah pada Prodi Pendidikan Ilmu Komputer UPI Bandung ,Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 12 November.
Wahid,Fathul (2003). Peran Teknologi Informasi Dalam Modrenisasi Pendidikan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 3 Juli.
Mustolih. 2007. Media Pembelajaran. Dapat diakseshttp://mustolihbrs.wordpress.com/2007/12/04/multi-media-dalam-pembelajaran.
Fidiatno, Ides. 2007. Pelajaran Berbasis Multimedia. Dapat diakses di http://media.diknas.go.id/media/document/5335.pdf
oleh : YENI RONALISA
RODHI MADZKURI
I. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
SMA Kesatuan 1 Samarinda sebagai salah satu sekolah swasta yang tertua di Samarinda berusaha mengembangkan kualitas dirinya agar dapat mengimbangi perkembangan dunia pendidikan ini, khususnya di Samarinda dan Indonesia pada umumnya. Namun, dalam perjalanan perbaikan diri tentunya mengalami beberapa permasalahan yang perlu dicarikan solusinya.
Makalah ini dibuat untuk menganalisis beberapa permasalahan yang ada di SMA Kesatuan 1 Samarinda dan mencarikan pemecahannya berbasis Tekhnologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
II. PERUMUSAN MASALAH
SMA Kesatuan 1 Samarinda sekolah yang berdiri sejak tahun 1980 yang mengalami pasang surut. Dengan bermunculannya sekolah-sekolah negeri yang baru, sekolah-sekolah swasta harus memiliki daya saing yang tinggi sehingga dapat ‘hidup’, dengan kata lain masih mampu menyerap siswa dalam jumlah yang banyak.
Namun, tidak dipungkiri dengan standar umum dan tidak ada perubahan yang berarti dari tahun ke tahun membuat SMA Kesatuan 1 Samarinda saat ini mengalami penurunan kuantitas siswa. Berdasar penemuan-penemuan permasalahan di lapangan ada beberapa hal yang dapat dirumuskan penulis, yakni :
1. Informasi terbaru tentang SMA Kesatuan 1 Samarinda yang belum tersebar luas.
2. Peralatan praktikum kurang untuk mata pelajaran sains (Fisika, Kimia dan Biologi).
III. TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Komunikasi Massa
Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright, dalam Liliweri, 1991, mrupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara missal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu.
Bittner mengatakan komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara. (DeFleur dan Denis, 1985)
Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat.
Dari beberpa defenisi di atas dapat disarikan beberapa unsur yang terlibat dalam komunikasi massa.
1. sumber
2. khalayak
3. pesan
4. proses
5. konteks
6. media
Karakter Komunikasi massa:
1. Ditujukan pada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis-kultural.
2. Bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Kegiatan penciptaan pesan melilbatkan orang banyak dan terorganisasi.
3. Pola penyampaian bersifat cepat dan tidak terkendala oleh waktu dalam menjangkau khalayak yang luas.
4. Penyampaian pesan cenderung satu arah.
5. Kegiatan komunikasi terencana, terjadwal dan terorganisasi.
6. Penyampaian pesan bersifat berkala, tidak bersifat temporer.
7. Isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, sosial, budaya, politik dll)
Teori-teori komunikasi massa :
1. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)
Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory) Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat menggosok gigi.
Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya. Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya, tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap terbatas (limited-effects model).
Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui pandangannya mengenai gelombang kebisuan.
2. Uses, Gratifications and Depedency
Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :
Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).
Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).
Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).
Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang dilakukan dengan teori uses and gratifications.
3. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.
4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa ?
Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.
B. Pengertian E-learning
Definasi ‘e-learning’ atau electonic learning ini seringkali berubah-ubah selaras dengan kemajuan teknologi pada masa kini. Secara umumnya, ‘elearning’ adalah pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN atau internet) untuk menyampaikan isi materi yang diajarkan. Komputer, .internet, Intranet, satelit, tape audio/ video, TV interaktif dan CD ROM adalah sebagian media elektronik yang dimaksudkan di dalam kategori ini.
Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang menyatakan: e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet.
LearnFrame.Com dalam Glossary of e-Learning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media
Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhan.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat elearning.
Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning’ focus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.
C. Kelebihan dan kekurangan e-learning
Dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang konvensional/ tradisional, e-learning memang memiliki beberapa kelebihan diantaranya :
E-learning dapat mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis (dalam kasus tertentu). E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/ materi, peserta didik dengan guru maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan belajar setiap saat dan berulangulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Kehadiran guru tidak mutlak diperlukan Guru akan lebih mudah :
Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir.
Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya.
Mengontrol kegiatan belajar peserta didik.
Namun disamping itu e-learning juga mempunyai beberapa kelemahan yang cenderung kurang menguntungkan baik bagi guru, diantaranya :
Untuk sekolah tertentu terutama yang berada di daerah, akan memerlukan investasi yang mahal untuk membangun e-learning ini.
Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
Bagi orang yang gagap teknologi, sistem ini sulit untuk diterapkan.
D. Pembelajaran Multimedia
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingnya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar. Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).
Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sehingga pembelajaran dengan menggunakan menggunakan berbagai media dapat meningkatkan daya serap anak. Dalam pembelajaran ilmu sains metode praktikum merupakan metode yang sangat baik digunakan. Namun jika metode praktikum tidak dapat dipenuhi maka dapat dicoba menggunakan metode yang lain, namun cukup efektif.
Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.
1. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon .
2. Media Visual :
a. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
b. Media visual gerak : film bisu.
3. Media Audio-visual
a. Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara.
b. Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
4. Media Serba aneka :
a. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
b. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
c. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
d. Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan.
e. Belajar terprogram
f. Komputer
IV. SARAN PEMECAHAN MASALAH
1. Komunikasi yang tercipta antara sekolah dengan pihak masyarakat luas dapat dikategorikan sebagai komunikasi massa. Dalam berkomunikasi secara massa sekolah harus memilah metode-metode yang efisien dan efektif. Antara sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Metode penyebaran informasi berbasis tekhnologi yang ditawarkan penulis untuk menginformasikan perkembangan sekolah adalah dengan menggunakan fasilitas internet dan media televisi.
Penggunaan fasilitas internet dapat dilakukan melalui cara berikut ini :
Membuat website sekolah. Yang memuat informasi-informasi tentang sekolah, hasil-hasil kreatifitas siswa dan guru, dan tulisan-tulisan guru mau pun staf sekolah. Saat ini website sekolah sudah dibuat dan mulai dikembangkan, yaitu : www.smakesatuan1smd.com.
Membuat dan mengelola milis siswa dan alumni dengan baik. Mencari alumni yang mempunyai pengalaman-pengalaman yang baik dari SMA Kesatuan 1 dan mengajak mereka aktif berpartisipasi aktif mengelola milis. Menerbitkan topik-topik positif yang dapat ditanggapi siswa dan alumni sehingga dapat meramaikan milis.
Beberapa manfaat membuat milis siswa dan alumni :
Terjalin komunikasi aktif antara siswa, alumni dan sekolah. Sehingga penyebaran informasi positif sekolah dapat menyebar dengan cepat dan apabila ada informasi negatif tentang sekolah dapat dibendung dengan cepat.
Biaya murah. Karena dapat memanfaatkan penyedia milis gratis. Pengelolaannya pun dapat dilakukan oleh siswa, alumni, guru maupun staf sekolah.
Membuat iklan di televisi, tapi metode ini relatif mahal.
Bekerjasama dengan media televisi pada acara tertentu mereka yang berkaitan dengan sekolah. Kita membantu memfasilitasi mereka.
2. Proses pembelajaran e-learning dan multimedia sebagai alternatif menunjang kurangnya praktikum siswa di laboratorium.
Pada makalah penulis hanya mencontohkan pembelajaran e-learning pada mata pelajaran sains dan beberapa standar kompetensi yang dapat ditunjang dengan pembelajaran menggunakan multimedia dan e-learning.
Guru mencari software-software tentang sains, bisa di internet atau di toko-toko buku. Dan menggunakan multimedia sebagai pengganti praktikum yang tidak dapat dilakukan, minimal mereka mampu melihat ilustrasi-ilustrasi praktikum secara multimedia.
Guru juga dapat meminta siswa mempelajari tema-tema tertentu di internet dan melaporkan hasilnya. Kenapa menggunakan e-learning ?
Menghemat waktu proses belajar mengajar
Mengurangi biaya perjalanan
Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku-buku)
Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas
Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan
Untuk mendesign mata pelajaran yang hendak disampaikan melalui pembelajaran multimedia, seorang guru harus menyiapkan Rencana Pembelajaran dan persiapan-persiapan yang diperlukan. Menurut Ides Fidiatno, persiapan-persiapan itu meliputi :
1. Persiapan awal :
1.1.Menyiapkan Rencana Pembelajaran
1.2.Mengumpulkan data-data yang diperlukan, gambar atau film / slide (jika
dimungkinkan ada)
1.3.Menyiapkan perangkat komputer ( software yang diperlukan )
2. Pembuatan presentasi untuk pembelajaran.
2.1.Tidak harus semua materi yang akan diajarkan diinformasikan semua
dalam presentasi. Dibutuhkan jiwa seni bagi seorang guru dalam
membuat design presentasi pembelajaran.
2.2.Presentasi mencakup pokok-pokok materinya saja.
2.3.Menyisipkan gambar-gambar, film atau suara jika diperlukan.
2.4.Sebaiknya pada akhir presentasi dibuatkan soal-soal atau tugas-tugas
untuk siswa.
3. Pelaksanaan :
3.1.Sebelum pelajaran dimulai guru menyiapkan tempat presentasi. Ruang
presentasi dapat menggunakan perpustakaan atau laboratorium.
3.2.Menyiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan misalnya, komputer,
LCD proyektor, screen proyektor, microphone dan pengeras suara.
3.3.Pelaksanaan pembelajaran.
3.4.Penilaian ( Post Test )
V. DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elviarno dan Erdaya, Lukiati. (2004). Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Munir Dr (2007), Strategi Pengembangan B2b E-Commerce, Bahan Kuliah pada Prodi Pendidikan Ilmu Komputer UPI Bandung ,Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 12 November.
Wahid,Fathul (2003). Peran Teknologi Informasi Dalam Modrenisasi Pendidikan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 3 Juli.
Mustolih. 2007. Media Pembelajaran. Dapat diakseshttp://mustolihbrs.wordpress.com/2007/12/04/multi-media-dalam-pembelajaran.
Fidiatno, Ides. 2007. Pelajaran Berbasis Multimedia. Dapat diakses di http://media.diknas.go.id/media/document/5335.pdf
Sabtu, 16 Mei 2009
Paradigma Psikoanalitik Carl Gustav Jung
Paradigma Psikoanalitik Carl Gustav Jung
Ada beberapa tokoh Psikoanalitik di antaranta Carl Gustav Jung. Jung pada mulanya seorang pengikut setia Freud, namun kemudian mempunyai beberapa pandangan penting yang berbeda. Pertama, Jung menolak pandangan Freud mengenai pentingnya seksualitas. Menurutnya, kebutuhan seks setara dengan kebutuhan manusia lainnya, seperti makan, kebutuhan spiritual, dan pengalaman religius.
Kedua, Jung menentang pandangan mekanistik terhadap dunia dalam dari Freud; bagi Jung tingkah laku manusia dipicu bukan hanya oleh masa lalu tetapi juga oleh padangan orang mengenai masa depan, tujuan dan aspirasinya. Pandangan Jung bersifat purposive-mechanistic; event masa lalu dan antisipasi masa depan dapat mempengaruhi atau membentuk tingkah laku. Freud memandang kehidupan sebagai usaha memusnahkan atau menekan kebutuhan insting yang terus menerus timbul, sedang Jung memandang kehidupan sebagai perkembangan yang kreatif.
Ketiga, Jung mengumakakan teori kepribadian yang bersifat racial atau phylogenis (Filogenik: evolusi genetika yang berkait dengan sekelompok makhluk hidup). Asal muasal kepribadian secara filogenik berada pada garis keturunan, melalui jejak ingatan dari pengalaman masa lalu ras manusia). Dasar kepribadian bersifat persona, earth mother, child, wise old man, dan anima, semuanya menjadi predisposisi bagaimana orang menerima dan merespon dunia.
Ada beberapa tokoh Psikoanalitik di antaranta Carl Gustav Jung. Jung pada mulanya seorang pengikut setia Freud, namun kemudian mempunyai beberapa pandangan penting yang berbeda. Pertama, Jung menolak pandangan Freud mengenai pentingnya seksualitas. Menurutnya, kebutuhan seks setara dengan kebutuhan manusia lainnya, seperti makan, kebutuhan spiritual, dan pengalaman religius.
Kedua, Jung menentang pandangan mekanistik terhadap dunia dalam dari Freud; bagi Jung tingkah laku manusia dipicu bukan hanya oleh masa lalu tetapi juga oleh padangan orang mengenai masa depan, tujuan dan aspirasinya. Pandangan Jung bersifat purposive-mechanistic; event masa lalu dan antisipasi masa depan dapat mempengaruhi atau membentuk tingkah laku. Freud memandang kehidupan sebagai usaha memusnahkan atau menekan kebutuhan insting yang terus menerus timbul, sedang Jung memandang kehidupan sebagai perkembangan yang kreatif.
Ketiga, Jung mengumakakan teori kepribadian yang bersifat racial atau phylogenis (Filogenik: evolusi genetika yang berkait dengan sekelompok makhluk hidup). Asal muasal kepribadian secara filogenik berada pada garis keturunan, melalui jejak ingatan dari pengalaman masa lalu ras manusia). Dasar kepribadian bersifat persona, earth mother, child, wise old man, dan anima, semuanya menjadi predisposisi bagaimana orang menerima dan merespon dunia.
Kursus dan Pelatihan
PENGERTIAN DAN PERANAN KURSUS, PENDIDIKAN DAN LATIHAN
I. PENDAHULUAN
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setip jenjang dan jenis pendidikan .
Satuan Pendidikan Nonformal (Sisdiknas Pasal 26 ayat 4) terdiri atas :
1. Lembaga Kursus dan Pelatihan,
2. Kelompok belajar,
3. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
4. Majelis taklim serta satuan pendidikan sejenis
Sisdiknas Pasal 26 ayat 5: Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
II. PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud dengan kursus ?
2. Jenis-jenis kursus seperti apakah yang diatur pemerintah?
3. Apa yang dimaksud dengan pelatihan dan pendidikan?
4. Apa manfaat pelatihan dan pendidikan?
5. Bagaimana peranan pelatihan dan pendidikan untuk peningkatan sumber daya manusia?
III. PEMBAHASAN
1. KURSUS
Lembaga Kursus merupakan satuan pendidikan pendidikan luar sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masya- rakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
A. Ciri-ciri kursus:
a. Isi dan tujuan pendidikannya selalu berorientsi pada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, untuk mengembangkan minat dan bakat, pekerjaan, profesi, usaha mandiri, karier, mempersiapkan diri dari masa depan, memperkuat kegiatan pendidikan, dan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Warga beajar usianya tidak dibatasi, dan tidak dibedakan jenis kelaminya, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan proses belajar yang efektif
c. Program belajar isi pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan fungsional, profesi yang dibutuhkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk persiapan memasuki masa depan. Metode penyajian disesuaikan dengan kondisi warga belajar dan situasi setempat.
d. Tenaga pendidik, sarana/fasilitas disesuaikan dengan jenis dan tingkat kursus.
e. Hasil belajar langsung dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri kursus:
Isi dan tujuan pendidikannya selalu berorientsi pada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat
Warga beajar usianya tidak dibatasi
Program belajar isi pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan fungsional, profesi yang dibutuhkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk persiapan memasuki masa depan
Tenaga pendidik, sarana/fasilitas disesuaikan dengan jenis dan tingkat kursus
Hasil belajar langsung dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memiliki kurikulum sesuai dengan program belajar yang dibutuhkan.
Kursus diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
Beberapa rumpun kursus diantaranya :
o Menjahit
o Tata Kecantikan Kulit/Rambut
o Tata Rias Pengantin
o Jasa Boga
o Otomotif
o Elektronika
o SPA
o Komputer
o Pariwisata (perhotelan)
o Bahasa
o dsb
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Kursus.
Dalam rangka Pemerataan dan Perluasan Akses, dilaksanakan melalui penyelenggaraan berbagai program yang mengarah pada pembekalan kepada warga belajar tentang pengetahuan, keterampilan sikap, dan kepribadian profesional yang berbasis pada pendidikan kecakapan hidup, untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat baik pada spektrum pedesaan, perkotaan, nasional, dan internasional, yaitu: 1) Kursus Wirausaha Kota (KWK), 2) Kursus Wirausaha Desa (KWD), 3)Kursus Para Profesi (KPP), dan 4) Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) kerjasama SMK/Politeknik/BLK /Perguruan Tinggi.
Kebijakan mengacu pada misi direktorat kursus dan kelem- bagaan yaitu :
Mendorong terwujudnya kelembagaan kursus dan kursus para profesi (KPP) yang berorientasi pada peningkatan kecakapan hidup(PKH) yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat khususnya bagi penduduk miskin dan pengangguran terdidik, dapat bekerja dan atau berusaha secara produktif mandiri dan profesional.
Penjabaran dari misi tersebut dijabarkan kedalam induk program pembinaan kursus dan kelembagaan diantaranya :
Mewujudkan KPP yang berorientasi pada wirausaha pedesaan (Kursus Wirausaha Desa atau KWD)
Mewujudkan KPP yang berorientasi pada wirausaha perkotaan (Kursus Wirausaha Kota atau KWK)
Mewujudkan KPP yang berorientasi pada penyiapan tenaga kerja luar negeri
Dari misi dan induk program tersebut merupakan dasar dalam mengembangan program Kursus Para Profesi (KPP)
Landasan konseptual KPP.
Kursus yang dimaksud disini adalah salah satu bentuk layanan pendidikan pada jalur pendidikan non formal bagi masyarakat (peserta didik) melaui pendidikan dan latihan untuk membekali sejumlah kompetensi tertentu kepada pesera didik, sehingga mereka siap memasuki dunia kerja/DUDI
Istilah Para dalam bentuk kata benda mengandungarti pembantu (asisten) dan dalam kata kerja mengandung arti membantu (to assist).
Profesi (profession) berarti pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, artinya pekerjaan yang bersifat profesional bukan dilakukan orang yang karena tidak memilik pekerjaan sehingga harus melakukan pekerjaan tersebut.
Para Profesi dapat diartikan sebagai asisten profesi atau pembantu tenaga profesional berkenaan dengan pekerjaan yang memerlukan keahlian tertentu (spesifik) yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Sebagai contoh: Para Medis adalah pembantu dibidang pekerjaan medis.
Jadi yang dimaksud Kursus Para Profesi (KPP) adalah program layanan pendidikan dan latihan yang berorientasi pda kecakapan hdup (Life-Skills) yang diberikan pada peserta didik agar memiliki kompetensi dibidang keterampilan tertentu, setingkat operator dan teknisi yang bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja didalam dan diluar negeriatau melaksanakan usaha mandiri.
Difininisi tersebut memberikan indikasi bahwa program KPP harus memenuhi 3 syarat :
Komptensi yang dikembangkan harus sesuai dengan permintaan atau kebutuhan DUDI.
Harus dilakukan uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat
Lulusan KPP yaitu para profesi harus harus disalurkan untuk mengisi lapangan kerja baik dalam maupun luar negeri atau membuka usaha sendiri. .
Oleh karena itu penyelenggaraan KPP harus didasarkan atas “Job Order ” dari DUDI baik dalam negeri maupun Luar negeri.
a. Program Kursus Wirausaha Kota (KWK)
Kursus Wirausaha Kota (KWK) adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat perkotaan agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk bekerja dan atau berwirausaha dalam upaya peningkatan kualitas hidupnya.
o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KWK adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan/atau usaha yang ada diperkotaan, antara lain:
1. Menjahit
2. Tata Kecantikan Kulit/Rambut
3. Tata Rias Pengantin
4. Jasa Boga
5. Otomotif
6. Elektronika
7. SPA
8. Komputer
9. Pariwisata (perhotelan)
10 Jenis keterampilan bidang jasa lainnya sesuai kebutuhan pasar kerja dan usaha di perkotaan.
b. Program Kursus Wirausaha Desa (KWD)
KWD adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat pedesaan agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya.
o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KWD adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan/atau wirausaha yang ada di pedesaan. Jenis keteram pilan KWD diarahkan pada sektor produksi yang memberdayakan sumber potensi sekitarnya. Prioritas jenis keterampilan yang relevan dengan pasar kerja dan/atau usaha di pedesaan, antara lain:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Perikanan darat dan laut
4. Kehutanan
5. Peternakan
6. Pertukangan
7. Keterampilan lain yang dianggap laku di pasar
sekitar (marketable).
c. Program Kursus Para Profesi (KPP)
Kursus Para Profesi (KPP) adalah program pelayanan pendidikan dan pelatihan berorientasi pada Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang diberikan kepada peserta didik agar memiliki kompetensi di bidang keterampilan tertentu setingkat operator dan teknisi yang bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja.
o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KPP adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan pesanan tenaga kerja (job order) yang dimiliki oleh lembaga penyelenggara KPP. Prioritas Jenis keterampilan yang dapat diselenggarakan melalui program KPP, antara lain :
1. Otomotif
2. Elektronika
3. Spa
4. Komputer
5. Akupunktur
6. PLRT plus
7. Garmen/menjahit
8. Baby Sitter
9. Care Giver
10. House Keeping
11. Pariwisata (perhotelan)
12. Jenis keterampilan lainnya sesuai job order.
2. PELATIHAN DAN PENDIDIKAN
Pengertian Pelatihan dan Pendidikan
Mengikut Fliffo (1988) “education is concerded with increasing general knowledge and understanding of our total environment” (pendidikan ialah berkait rapat dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman kepada persekitaran secara keseluruhan). Manakala “Training is the act of increasing the knowldedge and skill of an employe for doing a particular job” (latihan ialah suatu usaha peningkatan pengetahuan dan kefakaran seorang pegawai untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu).
F. Sikula pula berpendapat bahawa “training is a short term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which non managerial personnel learn techical knowledge and skills for a definete purpose” (latihan ialah suatu proses pendidikan jangka masa singkat dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir dimana pegawai operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan kefakaran untuk tujuan tertentu).
Daripada dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan (education) berbeda dengan latihan (training). Latihan merupakan bagian daripada pendidikan, latihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Yang dimaksud dengan spesifik dalam artian latihan bertalian erat dengan suatu pekerjaan tertentu atau spesifik daripada peserta. Manakala yang dimaksud dengan praktis dan segera ialah bahawa apa yang telah diberikan dalam masa latihan boleh diterapkan dengan segera, sehingga materi yang diberikan mestilah bersifat praktis.
Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan latihan mempunyai matlamat yang sama, iaitu pembelajaran. Didalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Menerusi pemahaman, pegawai dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, serta menjadi pegawai efisien dan efektip (berkesan) didalam menjalankan pekerjaan.
Latihan ialah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk mempertingkatkan kefakaran, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu. Program latihan berusaha untuk mengajarkan kepada peserta (trainee) bagaimana menjalankan aktiviti atau pekerjaan tertentu. Menerusi latihan trainne memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, kefakaran, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang bertalian dengan pekerjaannya.
Perbedaan antara latihan dan pembinaan, latihan dimaksudkan untuk menolong pegawai menjalankan pekerjaan mereka pada masa sekarang secara lebih baik, manakala pembinaan pula ialah proses jangka masa lama peningkatan kinerja pegawai untuk menyongsong tantangan di masa hadapan.
Pembinaan berteraskan kepada fakta bahawa seorang pegawai akan memerlukan serangkaian pengetahuan, kefakaran, dan kebolehan yang lebih maju untuk mempertingkatkan kualiti kerja yang dipikulnya sepanjang kariernya. Pembinaan (development) diartikan sebagai penyiapan individu-individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi di dalam organisasi. Pada amnya pembinaan bertalian dengan peningkatan kebolehan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan yang lebih baik.
2.1. Orientasi Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan sebagai alat kepada organisasi untuk memudahkan pegawai melakukan tugasnya perlu diberikan sedari awal penempatan pegawai baru supaya dalam menghadapi cara kerja, lingkungan dan sistem kerja yang berlaku, pegawai berkenaan tidak merasa cemas dan mudah menyesuaikan diri.
Kerap sekali ditemui, pada masa pertama kali seseorang bekerja di persekitaran yang baru, akan nampak bahawa orang tersebut tidak boleh menyesuaikan diri dengan persekitaran kerjanya. Keadaan seperti ini juga dialami oleh mereka yang telah berpengalaman dalam pekerjaannya. Untuk mengatasi perasaan cemas dan sulitnya menyesuaikan diri bagi pegawai baru, organisasi membuat program pengenalan yang disebut orientasi.
Orientasi ialah aktiviti yang bertalian pengenalan individu kepada organisasi, dimana organisasi menyediakan landasan bagi pegawai baru untuk boleh berfungsi efektip dan menyenangi pekerjaan yang baru. Program orientasi bermula daripada pengenalan informasi yang singkat sehinggalah kepada program yang panjang. Pegawai baru memerlukan informasi spesifik dalam tiga perkara utama, iaitu:
1. Standard, pengharapan, norma, tradisi, dan kebijakan organisasi,
2. Perilaku sosial, iklim kerja, mengenalpasti rekan sejawat/kerja dan atasan langsung,
3. Aspek-aspek teknis pekerjaan.
Kejayaan orientasi mengikut French dalam Prasetya Irawan, dan at.al (1977), bahawa prosedur orientasi selayaknya menerusi perancangan dimana program tersebut dikhususkan untuk memecahkan persoalan spesifik pegawai baru. Mengikutnya pula, bahawa kunci sukses program orientasi terletak kepada pendekatan yang partisipatif, sambutan yang hangat, dan perhatian kepada individu merupakan, perkara yang vital dalam program orientasi. Tujuan orientasi pegawai baru oleh Hendry Simamora (1985) ialah:
1. Mempelajari prosedur pekerjaan,
2. Menjalin hubungan dengan rakan sekerja, bawahan ataupun atasan dan menyesuaikan diri dengan cara-cara organisasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Masudnya adalah untuk mengembangkan pengharapan pekerjaan yang realistik dan sikap positif terhadap organisasi,
3. Menumbuhkan kepada pegawai baru perasaan memiliki dengan cara memperlihatkan bagaimana pekerjaan mereka bersesuaian dengan keseluruhan organisasi,
4. Mengurangi jumlah stres dan kegelisahan yang dialami oleh pegawasi baru,
5. Mengurangi biaya start-up.
Program pengenalan pegawai baru terhadap persekitaran kerjanya disebut pula induksi ataupun sosialisasi. Induksi merupakan tarap awal daripada program orientasi dimana pegawai baru mempelajari tugas yang akan dilakukan, siapa penyelia/pembimbing atasan langsungnya, struktur organisasi, peraturan, kebijakan prosedur kerja, dan lain-lain. Sementara itu sosialisasi adalah proses yang berlangsung terus menerus berupa penanaman dalam diri pegawai mengenai norma, standard, prosedur kerja, sikap dan perilaku kerja yang berlaku dalam organisasi. Sosialisasi tidak hanya untuk pegawai baru, tetapi juga berlangsung ketika seorang pegawai memperoleh promosi atau dimutasikan ke unit organisasi lainnya. Dalam sosialisasi ini diharapkan perilaku individu yang inovatif ataupun adaptif.
Pelaksananaan program orientasi supaya lebih efektip, mengikut Henry Simamora (1995) mestilah dihindari perkara-perkara seperti berikut:
1. Penekanan kepada kertas kerja (paper work),
Pegawai baru diberikan sambutan sepintas lalu, setelah mengisi formulir-formulir yang diberikan oleh biro/bagian kepegawaian. Kemudian pegawai berkenaan diarahkan kepada atasan langsungnya. Pendekatan seperti ini, implikasinya pegawai tidak merasa sebagai bagian dari instansinya.
2. Tinjauan yang kurang lengkap mengenai dasar-dasar pekerjaan.
Suatu orientasi yang cepat dan dangkal karena pegawai baru langsung ditempatkan pada pekerjaan, sehingga mereka merasa tenggelam ataupun mangap-mangap.
3. Tugas-tugas pertama pegawai baru tidak signifikan, dimaksudkan untuk mengajarkan pekerjaan mulai dari dasar sekali,
4. Memberikan terlampau banyak maklumat secara cepat adalah suatu keinginan yang baik, tetapi merupakan pendekatan yang mencelakakan, menyebabkan pegawai baru merasa kewalahan dan mati lemas.
2.2. Keterkaitan Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan berhubung kait dengan aspek-aspek lainnya daripada pengurusan sumber manusia, seperti penempatan, perencanaan karier, penilaian prestasi kerja, dan kompensasi. Hubungan atau keterkaitan pelatihan boleh dijelaskan seperti berikut:
a) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan penempatan (placement),
Konsep penempatan mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi. Sebagaimana halnya pegawai baru, pegawai lamapun perlu direkrut secara internal, perlu diseleksi dan lazimnya mereka menjalani program orientasi sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan melaksanakan pekerjaan yang baru pula. Untuk penempatan seperti promosi, salah satu persyaratannya, pernah dan lulus mengikuti program pendidikan dan latihan jabatan. Dengan demikian penempatan pegawai dilandasi oleh program latihan dalam rangka peningkatan profesionaliti, sama ada untuk masa sekarang mahupun dimasa yang akan datang.
b) Keterkaitan latihan dengan perencanaan karier,
Biro/bagian kepegawaian departemen/intansi diharapkan bersikap proaktif dalam perencanaan karier para pegawainya. Dengan sikap yang proaktif tersebut akan boleh menolong para pelatih/instruktur/widyaiswara mengidentifikasikan keperluan para pegawai didalam pendidikan dan latihan serta pengembangan tertentu. Biro/bagian boleh menyelenggarakan latihan tentang perencanaan karier yakni pengalihan pengetahuan mengenai berbagai teknik perencanaan karier dengan menggunakan kaedah ceramah dari para pejabat, lokakarya ataupun seminar. Pendikatan ini memberikan manfaat bagi pegawai, antara lain:
i) Pegawai mengetahui komitmen pimpinan bahawa mereka diberikan kesempatan untuk meniti karier setinggi mungkin dalam organisasi,
ii) Para pegawai diarahkan untuk menentukan sasaran kariernya, mengidentifikasikan jalur karier yang mungkin ditempuhnya, cara memanfaatkan berbagai peluang mengembangkan karier, serta memilih berbagai kegiatan pengembangan karier yang mungkin dilakukannya.
c) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan penilaian prestasi kerja,
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik sangat berguna untuk berbagai kepentingan. Salah satu manfaatnya ialah untuk menyusun program pendidikan dan latihan, sama ada yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan mahupun untuk mengembangkan potensi pegawai yang ternyata belum sepenuhnya terungkap menerusi penilaian prestasi kerja.
d) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan kompensasi.
Salah satu faktor pribadi pegawai yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi ialah pendidikan dan latihan. Pegawai yang berpendidikan lebih tinggi akan memperoleh kompensasi yang lebih besar daripada pegawai yang lebih rendah tingkat pendididkannya. Pertimbangan faktor ini merupakan penghargaan organisasi kepada keprofesionalitasan seseorang. Pertimbangan ini juga boleh memotivasi pegawai untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya.
2.3. Tujuan dan Manfaat Pendidikan dan Latihan
Departemen/instansi yang akan menyelenggarakan pendidikan dan latihan perlu terlebih dahulu menentukan manfaat yang ingin dicapai menerusi pendidikan dan latihan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan harus jelas apa yang akan menjadi matlamatnya sehingga nyata arah atau tujuan yang harus diraih. Pendidikan dan latihan yang sekedar untuk menghabiskan anggaran yang tersedia atau ketertarikan pimpinan terhadap program tertentu sering kali merupakan pemborosan. Oleh itu tujuan latihan merupakan pedoman dan penyusunan program latihan, pelaksanaan dan evaluasinya.
Manfaat pendidikan dan latihan mengikut Hani Handoko (1994), semestinya boleh menutupi gap atau kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan spesifikasi pekerjaan. Tujuan lainnya, program pendidikan dan latihan diharapkan merubah perilaku kerja pegawai agar boleh mempertingkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam meraih sasaran kerja yang telah ditetapkan.
Walaupun program pendidikan dan latihan menghabiskan waktu dan biaya yang mahal, namun akan mengurangi perpindahan atau pusing ganti pegawai (turnover) dan boleh mempertingkatkan produktiviti pegawai. Program pendidikan dan latihan akan membantu pegawai dalam menghindari diri daripada keusangan dan melaksanakan tugas pekerjaan dengan lebih baik.
Henry Simamora (1995) berpendapat bahawa tujuan-tujuan utama latihan dapat dikelompokkan kedalam lima bidang:
i) Memutahirkan keahlian para pegawai sejalan dengan perubahan teknologi,
ii) Mengurangi waktu belajar bagi pegawai baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan,
iii) Membantu memecahkan permasalahan operasional,
iv) Mempersiapkan pegawai untuk promosi,
v) Mengorientasikan pegawai terhadap organisasi.
Pendidikan dan latihan mustahak perlu dijalankan, kemutlakan itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang boleh dipetik daripada pendidikan dan latihan. Sama ada P. Siagian (1999) mahupun William B. Werter Jr. dan Keith Davis (1996) menyatakan bahawa pada asasnya terdapat beberapa manfaat pendidikan dan latihan bagi organisasi, individu, dan bagi penumbuhan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok (kumpulan) kerja dalam suatu organisasi.
a) Manfaat bagi organisasi
1) Peningkatan produktiviti kerja organisasi sebagai keseluruhan antara lain karena tidak terjadinya pemborosan, karena kecermatan melaksanakan tugas, tumbuh suburnya kerja sama antara berbagai satuan kerja yang melaksanakan kegiatan yang berbeda dan bahkan spesialistik, meningkatkan tekad mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta lancarnya koordinasi, sehingga organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh,
2) Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, antara lain karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang didasarkan kepada sikap dewasa, sama ada secara terknikal maupun intelektual. Saling menghargai dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berfikir dan bertindak secara inovatif,
3) Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena membabitkan para pegawai yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan-kegiatan operasional dan tidak sekedar diperintahkan oleh para manajer.
4) Meningkatkan semangat kerja seluruh pegawai dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi,
5) Mendorong sikap keterbukaan manajemen menerusi penerapan gaya managerial (pengurusan) yang partisipatif,
6) Memperlancar jalannya komunikasi yang efektip yang pada gilirannya memperlancar proses perumusan kebijakan organisasi dan operasionalnya,
7) Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya ialah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan para anggota organisasi.
b) Manfaat bagi individu
1) Menolong para pegawai membuat keputusan dengan lebih baik,
2) Meningkatkan kemampuan para pegawai menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,
3) Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional,
4) Timbulnya dorongan di dalam diri para pegawai untuk terus mempertingkatkan kemampuan kerjanya,
5) Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri,
6) Tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual,
7) Meningkatkannya kepuasan kerja,
8) Semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang,
9) Makin besarnya tekad pegawai untuk lebih mandiri,
10) Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru dimasa depan,
c) Manfaat bagi kelompok kerja
1) Terjadinya proses komunikasi yang efektip,
2) Adanya persepsi yang sama tentang tugas-tugas yang harus diselesaikan,
3) Ketaatan semua pihak kepada berbagai ketentuan yang bersifat normal, sama ada yang berlaku umum dan ditetapkan oleh instatnsi pemerintah yang berwenang mahupun yang berlaku khusus di lingkungan suatu organisasi tertentu.
4) Terjadinya iklim yang baik bagi pertumbuhan selurus pegawai,
5) Menjadikan organisasi sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk berkarya.
Kendati demikian luasnya manfaat pendidikan dan latihan tersebut, tidaklah berarti bahawa seluruhnya akan dapat dicapai dengan satu jenis pendidikan dan latihan sahaja. Karena tujuan pendidikan dan latihan itu berbeda-beda tergantung kepada sasaran yang ingin dicapai dengan pendidikan dan latihan tersebut.
METODE PELATIHAN
Berdasarkan pertimbangan dalam menentukan metode latihan tersebut, berikut ini ialah berbagai metode diklat yang sudah umum dikenal dan digunapakai di berbagai organisasi, iaitu:
1) On the job training
Diklat ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru di bawah bimbingan pegawai lain yang telah berpengalaman. Para pegawai senior yang bertugas untuk membimbing pegawai baru diharapkan memperhatikan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret yang akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut segera setelah diklat berakhir.
Berbagai macam metode on the job training yang pada umumnya digunakan dalam praktek antara lain rotasi pekerjaan, sistem magang, coaching, tugas belajar, dan penugasan sementara. Berikut ini penjelasan masing-masing metode tersebut:
a) Rotasi pekerjaan
Para pegawai dilatih mengerjakan beraneka ragam tugas, mereka ditransfer atau dimutasikan dari suatu jabatan ke jabatan lain untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
b) Sistem magang (apprenticeships)
Pegawai dilatih dibawah bimbingan rekan kerja yang sangat terampil.
c) Coaching
Atasan langsung memberikan bimbingan dan pengarahan kepada para pegawai dalam pelaksanaan kerja rutin pegawai dalam menjalankan kerja rutin mereka.
d) Tugas belajar (internship).
Pegawai belajar dari pegawai lain yang dianggap lebih berpengalaman dan lebih mahir melaksanakan tugas tertentu. Diklat kerja ini kerap dikombinasikan dengan pengajaran formal dalam kelas yang ada hubungannya dalam diklat tersebut.
e) Penugasan sementara
Penempatan pegawai pada posisi menajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu ditetapkan. Pegawai tersebut terbabit langsung dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional nyata, serta mereka dapat meningkatkan keterampilan nyata, serta mereka dapat meningkatkan keterampilan dalam interaksi antara pegawai.
2) Off the job training
Diklat dengan menggunakan kaedah ini berarti pegawai sebagai peserta keluar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya untuk mengikuti latihan. Metode ini terdiri atas dua macam yakni teknik-teknik presentasi informasi dan metode simulasi.
1) Teknik-teknik presentasi informasi
a) Ceramah
Pengajar bertatap muka langsung dengan peserta. Peserta diklat pasif mendengarkannya.
b) Presentasi video
Presentasi TV, films, silides dan sejenisnya ialah serupa dengan bentuk kuliah. Metode ini biasanya digunakan sebagai bahan atau alat pelengkap bentuk-bentuk latihan lainnya.
c) Metode konverensi
Metode ini analog dengan bentuk kelas seminar di perguruan tinggi, sebagai pengganti metode kuliah. Tujuannya ialah untuk mengembangkan kecakapan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dan untuk mengubah sikap pegawai.
d) Programmed instruction
Metode ini menggunakan komputer untuk memperkenalkan kepada peserta mengenai topik yang harus dipelajari dan serangkaian langkah dengan umpan balik langsung pada penyelesaian setiap langkah sebelum pelajaran diberikan, peserta diberikan placement test untuk menentukan tingkatan awal setiap peserta.
e) Belajar sendiri (self study)
Teknik ini biasanya menggunakan manual atau modul tertulis dan kaset atau video tape rekaman. Belajar sendiri berguna bila pegawai tersebar secara geografis atau bila proses belajar hanya memerlukan sedikit interaksi.
2) Metode-metode simulasi
Peserta diklat menerima representasi tiruan (artificial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantaranya metode-metode simulasi yang sering dugunapakai, antara lain:
a) Studi kasus
Pada metode ini peserta dihadapkan kepada suatu peristiwa/kejadian atau situasi yang pernah terjadi (studi kasus). Peserta diharapkan mampu mengidentifikasikan masalah-masah menganalisis situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, pegawai dapat mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan.
b) Bermain peran (role playing).
Peserta ditugaskan untuk memerankan individu tertentu untuk membahas suatu permasalahan sesuai dengan peran masing-masing. Dalam perkara ini tidak ada naskah yang mengatur pembicaraan dan perilaku.
Efektivitas kaedah ini sangat tergantung kepada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misalnya menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual dan mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi (interpersonal skills).
c) Vestibule training
Kaedah ini ialah untuk meningkatkan keterampilan terutama yang bersifat teknikal, ditempat pekerjaan, akan tetapi tanpa menganggu kegiatan organisasi sehari-hari. Organisasi menyediakan lokasi tertentu dengan dilengkapi berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan dalam pekerjaan sebenarnya. Contoh Frontdesk, kegiatannya meliputi menerima tamu, pendaftaran tamu, pemberian informasi, menerima keluhan dan sebagainya.
d) Diklat laboratorium (laboratory training)
Teknik ini adalah suatu bentuk diklat kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi. Salah satu bentuk diklat ini seperti diklat kepekaan (sensitivity training) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Diklat ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan dimasa yang akan datang.
IV. KESIMPULAN
Lembaga Kursus merupakan satuan pendidikan pendidikan luar sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masya- rakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan (education) berbeda dengan latihan (training). Latihan merupakan bagian daripada pendidikan, latihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Manfaat pendidikan dan latihan mengikut Hani Handoko (1994), semestinya boleh menutupi gap atau kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan spesifikasi pekerjaan.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Sutrisno, Ir, M. Pd. 2009. Makalah Satuan Pendidikan dan Program Pendidikan Non Formal. Bandung: Diklat Supervisi dan BimbinganTeknis Pendidikan Non Formal.
2. Suhari, Mukhlis. 2009. Diklat. Diakses: tanggal 5 April 2009. Sumber: www.suhardi-mukhlis.co.cc/download/3/ -
I. PENDAHULUAN
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setip jenjang dan jenis pendidikan .
Satuan Pendidikan Nonformal (Sisdiknas Pasal 26 ayat 4) terdiri atas :
1. Lembaga Kursus dan Pelatihan,
2. Kelompok belajar,
3. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
4. Majelis taklim serta satuan pendidikan sejenis
Sisdiknas Pasal 26 ayat 5: Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
II. PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud dengan kursus ?
2. Jenis-jenis kursus seperti apakah yang diatur pemerintah?
3. Apa yang dimaksud dengan pelatihan dan pendidikan?
4. Apa manfaat pelatihan dan pendidikan?
5. Bagaimana peranan pelatihan dan pendidikan untuk peningkatan sumber daya manusia?
III. PEMBAHASAN
1. KURSUS
Lembaga Kursus merupakan satuan pendidikan pendidikan luar sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masya- rakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
A. Ciri-ciri kursus:
a. Isi dan tujuan pendidikannya selalu berorientsi pada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, untuk mengembangkan minat dan bakat, pekerjaan, profesi, usaha mandiri, karier, mempersiapkan diri dari masa depan, memperkuat kegiatan pendidikan, dan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Warga beajar usianya tidak dibatasi, dan tidak dibedakan jenis kelaminya, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan proses belajar yang efektif
c. Program belajar isi pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan fungsional, profesi yang dibutuhkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk persiapan memasuki masa depan. Metode penyajian disesuaikan dengan kondisi warga belajar dan situasi setempat.
d. Tenaga pendidik, sarana/fasilitas disesuaikan dengan jenis dan tingkat kursus.
e. Hasil belajar langsung dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri kursus:
Isi dan tujuan pendidikannya selalu berorientsi pada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat
Warga beajar usianya tidak dibatasi
Program belajar isi pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan fungsional, profesi yang dibutuhkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk persiapan memasuki masa depan
Tenaga pendidik, sarana/fasilitas disesuaikan dengan jenis dan tingkat kursus
Hasil belajar langsung dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memiliki kurikulum sesuai dengan program belajar yang dibutuhkan.
Kursus diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
Beberapa rumpun kursus diantaranya :
o Menjahit
o Tata Kecantikan Kulit/Rambut
o Tata Rias Pengantin
o Jasa Boga
o Otomotif
o Elektronika
o SPA
o Komputer
o Pariwisata (perhotelan)
o Bahasa
o dsb
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Kursus.
Dalam rangka Pemerataan dan Perluasan Akses, dilaksanakan melalui penyelenggaraan berbagai program yang mengarah pada pembekalan kepada warga belajar tentang pengetahuan, keterampilan sikap, dan kepribadian profesional yang berbasis pada pendidikan kecakapan hidup, untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat baik pada spektrum pedesaan, perkotaan, nasional, dan internasional, yaitu: 1) Kursus Wirausaha Kota (KWK), 2) Kursus Wirausaha Desa (KWD), 3)Kursus Para Profesi (KPP), dan 4) Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) kerjasama SMK/Politeknik/BLK /Perguruan Tinggi.
Kebijakan mengacu pada misi direktorat kursus dan kelem- bagaan yaitu :
Mendorong terwujudnya kelembagaan kursus dan kursus para profesi (KPP) yang berorientasi pada peningkatan kecakapan hidup(PKH) yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat khususnya bagi penduduk miskin dan pengangguran terdidik, dapat bekerja dan atau berusaha secara produktif mandiri dan profesional.
Penjabaran dari misi tersebut dijabarkan kedalam induk program pembinaan kursus dan kelembagaan diantaranya :
Mewujudkan KPP yang berorientasi pada wirausaha pedesaan (Kursus Wirausaha Desa atau KWD)
Mewujudkan KPP yang berorientasi pada wirausaha perkotaan (Kursus Wirausaha Kota atau KWK)
Mewujudkan KPP yang berorientasi pada penyiapan tenaga kerja luar negeri
Dari misi dan induk program tersebut merupakan dasar dalam mengembangan program Kursus Para Profesi (KPP)
Landasan konseptual KPP.
Kursus yang dimaksud disini adalah salah satu bentuk layanan pendidikan pada jalur pendidikan non formal bagi masyarakat (peserta didik) melaui pendidikan dan latihan untuk membekali sejumlah kompetensi tertentu kepada pesera didik, sehingga mereka siap memasuki dunia kerja/DUDI
Istilah Para dalam bentuk kata benda mengandungarti pembantu (asisten) dan dalam kata kerja mengandung arti membantu (to assist).
Profesi (profession) berarti pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, artinya pekerjaan yang bersifat profesional bukan dilakukan orang yang karena tidak memilik pekerjaan sehingga harus melakukan pekerjaan tersebut.
Para Profesi dapat diartikan sebagai asisten profesi atau pembantu tenaga profesional berkenaan dengan pekerjaan yang memerlukan keahlian tertentu (spesifik) yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Sebagai contoh: Para Medis adalah pembantu dibidang pekerjaan medis.
Jadi yang dimaksud Kursus Para Profesi (KPP) adalah program layanan pendidikan dan latihan yang berorientasi pda kecakapan hdup (Life-Skills) yang diberikan pada peserta didik agar memiliki kompetensi dibidang keterampilan tertentu, setingkat operator dan teknisi yang bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja didalam dan diluar negeriatau melaksanakan usaha mandiri.
Difininisi tersebut memberikan indikasi bahwa program KPP harus memenuhi 3 syarat :
Komptensi yang dikembangkan harus sesuai dengan permintaan atau kebutuhan DUDI.
Harus dilakukan uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat
Lulusan KPP yaitu para profesi harus harus disalurkan untuk mengisi lapangan kerja baik dalam maupun luar negeri atau membuka usaha sendiri. .
Oleh karena itu penyelenggaraan KPP harus didasarkan atas “Job Order ” dari DUDI baik dalam negeri maupun Luar negeri.
a. Program Kursus Wirausaha Kota (KWK)
Kursus Wirausaha Kota (KWK) adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat perkotaan agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk bekerja dan atau berwirausaha dalam upaya peningkatan kualitas hidupnya.
o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KWK adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan/atau usaha yang ada diperkotaan, antara lain:
1. Menjahit
2. Tata Kecantikan Kulit/Rambut
3. Tata Rias Pengantin
4. Jasa Boga
5. Otomotif
6. Elektronika
7. SPA
8. Komputer
9. Pariwisata (perhotelan)
10 Jenis keterampilan bidang jasa lainnya sesuai kebutuhan pasar kerja dan usaha di perkotaan.
b. Program Kursus Wirausaha Desa (KWD)
KWD adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat pedesaan agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya.
o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KWD adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan/atau wirausaha yang ada di pedesaan. Jenis keteram pilan KWD diarahkan pada sektor produksi yang memberdayakan sumber potensi sekitarnya. Prioritas jenis keterampilan yang relevan dengan pasar kerja dan/atau usaha di pedesaan, antara lain:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Perikanan darat dan laut
4. Kehutanan
5. Peternakan
6. Pertukangan
7. Keterampilan lain yang dianggap laku di pasar
sekitar (marketable).
c. Program Kursus Para Profesi (KPP)
Kursus Para Profesi (KPP) adalah program pelayanan pendidikan dan pelatihan berorientasi pada Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang diberikan kepada peserta didik agar memiliki kompetensi di bidang keterampilan tertentu setingkat operator dan teknisi yang bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja.
o Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KPP adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan pesanan tenaga kerja (job order) yang dimiliki oleh lembaga penyelenggara KPP. Prioritas Jenis keterampilan yang dapat diselenggarakan melalui program KPP, antara lain :
1. Otomotif
2. Elektronika
3. Spa
4. Komputer
5. Akupunktur
6. PLRT plus
7. Garmen/menjahit
8. Baby Sitter
9. Care Giver
10. House Keeping
11. Pariwisata (perhotelan)
12. Jenis keterampilan lainnya sesuai job order.
2. PELATIHAN DAN PENDIDIKAN
Pengertian Pelatihan dan Pendidikan
Mengikut Fliffo (1988) “education is concerded with increasing general knowledge and understanding of our total environment” (pendidikan ialah berkait rapat dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman kepada persekitaran secara keseluruhan). Manakala “Training is the act of increasing the knowldedge and skill of an employe for doing a particular job” (latihan ialah suatu usaha peningkatan pengetahuan dan kefakaran seorang pegawai untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu).
F. Sikula pula berpendapat bahawa “training is a short term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which non managerial personnel learn techical knowledge and skills for a definete purpose” (latihan ialah suatu proses pendidikan jangka masa singkat dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir dimana pegawai operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan kefakaran untuk tujuan tertentu).
Daripada dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan (education) berbeda dengan latihan (training). Latihan merupakan bagian daripada pendidikan, latihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Yang dimaksud dengan spesifik dalam artian latihan bertalian erat dengan suatu pekerjaan tertentu atau spesifik daripada peserta. Manakala yang dimaksud dengan praktis dan segera ialah bahawa apa yang telah diberikan dalam masa latihan boleh diterapkan dengan segera, sehingga materi yang diberikan mestilah bersifat praktis.
Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan latihan mempunyai matlamat yang sama, iaitu pembelajaran. Didalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Menerusi pemahaman, pegawai dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, serta menjadi pegawai efisien dan efektip (berkesan) didalam menjalankan pekerjaan.
Latihan ialah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk mempertingkatkan kefakaran, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu. Program latihan berusaha untuk mengajarkan kepada peserta (trainee) bagaimana menjalankan aktiviti atau pekerjaan tertentu. Menerusi latihan trainne memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, kefakaran, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang bertalian dengan pekerjaannya.
Perbedaan antara latihan dan pembinaan, latihan dimaksudkan untuk menolong pegawai menjalankan pekerjaan mereka pada masa sekarang secara lebih baik, manakala pembinaan pula ialah proses jangka masa lama peningkatan kinerja pegawai untuk menyongsong tantangan di masa hadapan.
Pembinaan berteraskan kepada fakta bahawa seorang pegawai akan memerlukan serangkaian pengetahuan, kefakaran, dan kebolehan yang lebih maju untuk mempertingkatkan kualiti kerja yang dipikulnya sepanjang kariernya. Pembinaan (development) diartikan sebagai penyiapan individu-individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi di dalam organisasi. Pada amnya pembinaan bertalian dengan peningkatan kebolehan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan yang lebih baik.
2.1. Orientasi Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan sebagai alat kepada organisasi untuk memudahkan pegawai melakukan tugasnya perlu diberikan sedari awal penempatan pegawai baru supaya dalam menghadapi cara kerja, lingkungan dan sistem kerja yang berlaku, pegawai berkenaan tidak merasa cemas dan mudah menyesuaikan diri.
Kerap sekali ditemui, pada masa pertama kali seseorang bekerja di persekitaran yang baru, akan nampak bahawa orang tersebut tidak boleh menyesuaikan diri dengan persekitaran kerjanya. Keadaan seperti ini juga dialami oleh mereka yang telah berpengalaman dalam pekerjaannya. Untuk mengatasi perasaan cemas dan sulitnya menyesuaikan diri bagi pegawai baru, organisasi membuat program pengenalan yang disebut orientasi.
Orientasi ialah aktiviti yang bertalian pengenalan individu kepada organisasi, dimana organisasi menyediakan landasan bagi pegawai baru untuk boleh berfungsi efektip dan menyenangi pekerjaan yang baru. Program orientasi bermula daripada pengenalan informasi yang singkat sehinggalah kepada program yang panjang. Pegawai baru memerlukan informasi spesifik dalam tiga perkara utama, iaitu:
1. Standard, pengharapan, norma, tradisi, dan kebijakan organisasi,
2. Perilaku sosial, iklim kerja, mengenalpasti rekan sejawat/kerja dan atasan langsung,
3. Aspek-aspek teknis pekerjaan.
Kejayaan orientasi mengikut French dalam Prasetya Irawan, dan at.al (1977), bahawa prosedur orientasi selayaknya menerusi perancangan dimana program tersebut dikhususkan untuk memecahkan persoalan spesifik pegawai baru. Mengikutnya pula, bahawa kunci sukses program orientasi terletak kepada pendekatan yang partisipatif, sambutan yang hangat, dan perhatian kepada individu merupakan, perkara yang vital dalam program orientasi. Tujuan orientasi pegawai baru oleh Hendry Simamora (1985) ialah:
1. Mempelajari prosedur pekerjaan,
2. Menjalin hubungan dengan rakan sekerja, bawahan ataupun atasan dan menyesuaikan diri dengan cara-cara organisasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Masudnya adalah untuk mengembangkan pengharapan pekerjaan yang realistik dan sikap positif terhadap organisasi,
3. Menumbuhkan kepada pegawai baru perasaan memiliki dengan cara memperlihatkan bagaimana pekerjaan mereka bersesuaian dengan keseluruhan organisasi,
4. Mengurangi jumlah stres dan kegelisahan yang dialami oleh pegawasi baru,
5. Mengurangi biaya start-up.
Program pengenalan pegawai baru terhadap persekitaran kerjanya disebut pula induksi ataupun sosialisasi. Induksi merupakan tarap awal daripada program orientasi dimana pegawai baru mempelajari tugas yang akan dilakukan, siapa penyelia/pembimbing atasan langsungnya, struktur organisasi, peraturan, kebijakan prosedur kerja, dan lain-lain. Sementara itu sosialisasi adalah proses yang berlangsung terus menerus berupa penanaman dalam diri pegawai mengenai norma, standard, prosedur kerja, sikap dan perilaku kerja yang berlaku dalam organisasi. Sosialisasi tidak hanya untuk pegawai baru, tetapi juga berlangsung ketika seorang pegawai memperoleh promosi atau dimutasikan ke unit organisasi lainnya. Dalam sosialisasi ini diharapkan perilaku individu yang inovatif ataupun adaptif.
Pelaksananaan program orientasi supaya lebih efektip, mengikut Henry Simamora (1995) mestilah dihindari perkara-perkara seperti berikut:
1. Penekanan kepada kertas kerja (paper work),
Pegawai baru diberikan sambutan sepintas lalu, setelah mengisi formulir-formulir yang diberikan oleh biro/bagian kepegawaian. Kemudian pegawai berkenaan diarahkan kepada atasan langsungnya. Pendekatan seperti ini, implikasinya pegawai tidak merasa sebagai bagian dari instansinya.
2. Tinjauan yang kurang lengkap mengenai dasar-dasar pekerjaan.
Suatu orientasi yang cepat dan dangkal karena pegawai baru langsung ditempatkan pada pekerjaan, sehingga mereka merasa tenggelam ataupun mangap-mangap.
3. Tugas-tugas pertama pegawai baru tidak signifikan, dimaksudkan untuk mengajarkan pekerjaan mulai dari dasar sekali,
4. Memberikan terlampau banyak maklumat secara cepat adalah suatu keinginan yang baik, tetapi merupakan pendekatan yang mencelakakan, menyebabkan pegawai baru merasa kewalahan dan mati lemas.
2.2. Keterkaitan Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan berhubung kait dengan aspek-aspek lainnya daripada pengurusan sumber manusia, seperti penempatan, perencanaan karier, penilaian prestasi kerja, dan kompensasi. Hubungan atau keterkaitan pelatihan boleh dijelaskan seperti berikut:
a) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan penempatan (placement),
Konsep penempatan mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi. Sebagaimana halnya pegawai baru, pegawai lamapun perlu direkrut secara internal, perlu diseleksi dan lazimnya mereka menjalani program orientasi sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan melaksanakan pekerjaan yang baru pula. Untuk penempatan seperti promosi, salah satu persyaratannya, pernah dan lulus mengikuti program pendidikan dan latihan jabatan. Dengan demikian penempatan pegawai dilandasi oleh program latihan dalam rangka peningkatan profesionaliti, sama ada untuk masa sekarang mahupun dimasa yang akan datang.
b) Keterkaitan latihan dengan perencanaan karier,
Biro/bagian kepegawaian departemen/intansi diharapkan bersikap proaktif dalam perencanaan karier para pegawainya. Dengan sikap yang proaktif tersebut akan boleh menolong para pelatih/instruktur/widyaiswara mengidentifikasikan keperluan para pegawai didalam pendidikan dan latihan serta pengembangan tertentu. Biro/bagian boleh menyelenggarakan latihan tentang perencanaan karier yakni pengalihan pengetahuan mengenai berbagai teknik perencanaan karier dengan menggunakan kaedah ceramah dari para pejabat, lokakarya ataupun seminar. Pendikatan ini memberikan manfaat bagi pegawai, antara lain:
i) Pegawai mengetahui komitmen pimpinan bahawa mereka diberikan kesempatan untuk meniti karier setinggi mungkin dalam organisasi,
ii) Para pegawai diarahkan untuk menentukan sasaran kariernya, mengidentifikasikan jalur karier yang mungkin ditempuhnya, cara memanfaatkan berbagai peluang mengembangkan karier, serta memilih berbagai kegiatan pengembangan karier yang mungkin dilakukannya.
c) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan penilaian prestasi kerja,
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik sangat berguna untuk berbagai kepentingan. Salah satu manfaatnya ialah untuk menyusun program pendidikan dan latihan, sama ada yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan mahupun untuk mengembangkan potensi pegawai yang ternyata belum sepenuhnya terungkap menerusi penilaian prestasi kerja.
d) Keterkaitan pendidikan dan latihan dengan kompensasi.
Salah satu faktor pribadi pegawai yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi ialah pendidikan dan latihan. Pegawai yang berpendidikan lebih tinggi akan memperoleh kompensasi yang lebih besar daripada pegawai yang lebih rendah tingkat pendididkannya. Pertimbangan faktor ini merupakan penghargaan organisasi kepada keprofesionalitasan seseorang. Pertimbangan ini juga boleh memotivasi pegawai untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya.
2.3. Tujuan dan Manfaat Pendidikan dan Latihan
Departemen/instansi yang akan menyelenggarakan pendidikan dan latihan perlu terlebih dahulu menentukan manfaat yang ingin dicapai menerusi pendidikan dan latihan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan harus jelas apa yang akan menjadi matlamatnya sehingga nyata arah atau tujuan yang harus diraih. Pendidikan dan latihan yang sekedar untuk menghabiskan anggaran yang tersedia atau ketertarikan pimpinan terhadap program tertentu sering kali merupakan pemborosan. Oleh itu tujuan latihan merupakan pedoman dan penyusunan program latihan, pelaksanaan dan evaluasinya.
Manfaat pendidikan dan latihan mengikut Hani Handoko (1994), semestinya boleh menutupi gap atau kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan spesifikasi pekerjaan. Tujuan lainnya, program pendidikan dan latihan diharapkan merubah perilaku kerja pegawai agar boleh mempertingkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam meraih sasaran kerja yang telah ditetapkan.
Walaupun program pendidikan dan latihan menghabiskan waktu dan biaya yang mahal, namun akan mengurangi perpindahan atau pusing ganti pegawai (turnover) dan boleh mempertingkatkan produktiviti pegawai. Program pendidikan dan latihan akan membantu pegawai dalam menghindari diri daripada keusangan dan melaksanakan tugas pekerjaan dengan lebih baik.
Henry Simamora (1995) berpendapat bahawa tujuan-tujuan utama latihan dapat dikelompokkan kedalam lima bidang:
i) Memutahirkan keahlian para pegawai sejalan dengan perubahan teknologi,
ii) Mengurangi waktu belajar bagi pegawai baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan,
iii) Membantu memecahkan permasalahan operasional,
iv) Mempersiapkan pegawai untuk promosi,
v) Mengorientasikan pegawai terhadap organisasi.
Pendidikan dan latihan mustahak perlu dijalankan, kemutlakan itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang boleh dipetik daripada pendidikan dan latihan. Sama ada P. Siagian (1999) mahupun William B. Werter Jr. dan Keith Davis (1996) menyatakan bahawa pada asasnya terdapat beberapa manfaat pendidikan dan latihan bagi organisasi, individu, dan bagi penumbuhan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok (kumpulan) kerja dalam suatu organisasi.
a) Manfaat bagi organisasi
1) Peningkatan produktiviti kerja organisasi sebagai keseluruhan antara lain karena tidak terjadinya pemborosan, karena kecermatan melaksanakan tugas, tumbuh suburnya kerja sama antara berbagai satuan kerja yang melaksanakan kegiatan yang berbeda dan bahkan spesialistik, meningkatkan tekad mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta lancarnya koordinasi, sehingga organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh,
2) Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, antara lain karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang didasarkan kepada sikap dewasa, sama ada secara terknikal maupun intelektual. Saling menghargai dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berfikir dan bertindak secara inovatif,
3) Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena membabitkan para pegawai yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan-kegiatan operasional dan tidak sekedar diperintahkan oleh para manajer.
4) Meningkatkan semangat kerja seluruh pegawai dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi,
5) Mendorong sikap keterbukaan manajemen menerusi penerapan gaya managerial (pengurusan) yang partisipatif,
6) Memperlancar jalannya komunikasi yang efektip yang pada gilirannya memperlancar proses perumusan kebijakan organisasi dan operasionalnya,
7) Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya ialah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan para anggota organisasi.
b) Manfaat bagi individu
1) Menolong para pegawai membuat keputusan dengan lebih baik,
2) Meningkatkan kemampuan para pegawai menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,
3) Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional,
4) Timbulnya dorongan di dalam diri para pegawai untuk terus mempertingkatkan kemampuan kerjanya,
5) Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri,
6) Tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual,
7) Meningkatkannya kepuasan kerja,
8) Semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang,
9) Makin besarnya tekad pegawai untuk lebih mandiri,
10) Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru dimasa depan,
c) Manfaat bagi kelompok kerja
1) Terjadinya proses komunikasi yang efektip,
2) Adanya persepsi yang sama tentang tugas-tugas yang harus diselesaikan,
3) Ketaatan semua pihak kepada berbagai ketentuan yang bersifat normal, sama ada yang berlaku umum dan ditetapkan oleh instatnsi pemerintah yang berwenang mahupun yang berlaku khusus di lingkungan suatu organisasi tertentu.
4) Terjadinya iklim yang baik bagi pertumbuhan selurus pegawai,
5) Menjadikan organisasi sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk berkarya.
Kendati demikian luasnya manfaat pendidikan dan latihan tersebut, tidaklah berarti bahawa seluruhnya akan dapat dicapai dengan satu jenis pendidikan dan latihan sahaja. Karena tujuan pendidikan dan latihan itu berbeda-beda tergantung kepada sasaran yang ingin dicapai dengan pendidikan dan latihan tersebut.
METODE PELATIHAN
Berdasarkan pertimbangan dalam menentukan metode latihan tersebut, berikut ini ialah berbagai metode diklat yang sudah umum dikenal dan digunapakai di berbagai organisasi, iaitu:
1) On the job training
Diklat ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru di bawah bimbingan pegawai lain yang telah berpengalaman. Para pegawai senior yang bertugas untuk membimbing pegawai baru diharapkan memperhatikan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret yang akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut segera setelah diklat berakhir.
Berbagai macam metode on the job training yang pada umumnya digunakan dalam praktek antara lain rotasi pekerjaan, sistem magang, coaching, tugas belajar, dan penugasan sementara. Berikut ini penjelasan masing-masing metode tersebut:
a) Rotasi pekerjaan
Para pegawai dilatih mengerjakan beraneka ragam tugas, mereka ditransfer atau dimutasikan dari suatu jabatan ke jabatan lain untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
b) Sistem magang (apprenticeships)
Pegawai dilatih dibawah bimbingan rekan kerja yang sangat terampil.
c) Coaching
Atasan langsung memberikan bimbingan dan pengarahan kepada para pegawai dalam pelaksanaan kerja rutin pegawai dalam menjalankan kerja rutin mereka.
d) Tugas belajar (internship).
Pegawai belajar dari pegawai lain yang dianggap lebih berpengalaman dan lebih mahir melaksanakan tugas tertentu. Diklat kerja ini kerap dikombinasikan dengan pengajaran formal dalam kelas yang ada hubungannya dalam diklat tersebut.
e) Penugasan sementara
Penempatan pegawai pada posisi menajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu ditetapkan. Pegawai tersebut terbabit langsung dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional nyata, serta mereka dapat meningkatkan keterampilan nyata, serta mereka dapat meningkatkan keterampilan dalam interaksi antara pegawai.
2) Off the job training
Diklat dengan menggunakan kaedah ini berarti pegawai sebagai peserta keluar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya untuk mengikuti latihan. Metode ini terdiri atas dua macam yakni teknik-teknik presentasi informasi dan metode simulasi.
1) Teknik-teknik presentasi informasi
a) Ceramah
Pengajar bertatap muka langsung dengan peserta. Peserta diklat pasif mendengarkannya.
b) Presentasi video
Presentasi TV, films, silides dan sejenisnya ialah serupa dengan bentuk kuliah. Metode ini biasanya digunakan sebagai bahan atau alat pelengkap bentuk-bentuk latihan lainnya.
c) Metode konverensi
Metode ini analog dengan bentuk kelas seminar di perguruan tinggi, sebagai pengganti metode kuliah. Tujuannya ialah untuk mengembangkan kecakapan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dan untuk mengubah sikap pegawai.
d) Programmed instruction
Metode ini menggunakan komputer untuk memperkenalkan kepada peserta mengenai topik yang harus dipelajari dan serangkaian langkah dengan umpan balik langsung pada penyelesaian setiap langkah sebelum pelajaran diberikan, peserta diberikan placement test untuk menentukan tingkatan awal setiap peserta.
e) Belajar sendiri (self study)
Teknik ini biasanya menggunakan manual atau modul tertulis dan kaset atau video tape rekaman. Belajar sendiri berguna bila pegawai tersebar secara geografis atau bila proses belajar hanya memerlukan sedikit interaksi.
2) Metode-metode simulasi
Peserta diklat menerima representasi tiruan (artificial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantaranya metode-metode simulasi yang sering dugunapakai, antara lain:
a) Studi kasus
Pada metode ini peserta dihadapkan kepada suatu peristiwa/kejadian atau situasi yang pernah terjadi (studi kasus). Peserta diharapkan mampu mengidentifikasikan masalah-masah menganalisis situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, pegawai dapat mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan.
b) Bermain peran (role playing).
Peserta ditugaskan untuk memerankan individu tertentu untuk membahas suatu permasalahan sesuai dengan peran masing-masing. Dalam perkara ini tidak ada naskah yang mengatur pembicaraan dan perilaku.
Efektivitas kaedah ini sangat tergantung kepada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misalnya menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual dan mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi (interpersonal skills).
c) Vestibule training
Kaedah ini ialah untuk meningkatkan keterampilan terutama yang bersifat teknikal, ditempat pekerjaan, akan tetapi tanpa menganggu kegiatan organisasi sehari-hari. Organisasi menyediakan lokasi tertentu dengan dilengkapi berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan dalam pekerjaan sebenarnya. Contoh Frontdesk, kegiatannya meliputi menerima tamu, pendaftaran tamu, pemberian informasi, menerima keluhan dan sebagainya.
d) Diklat laboratorium (laboratory training)
Teknik ini adalah suatu bentuk diklat kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi. Salah satu bentuk diklat ini seperti diklat kepekaan (sensitivity training) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Diklat ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan dimasa yang akan datang.
IV. KESIMPULAN
Lembaga Kursus merupakan satuan pendidikan pendidikan luar sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masya- rakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan (education) berbeda dengan latihan (training). Latihan merupakan bagian daripada pendidikan, latihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Manfaat pendidikan dan latihan mengikut Hani Handoko (1994), semestinya boleh menutupi gap atau kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan spesifikasi pekerjaan.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Sutrisno, Ir, M. Pd. 2009. Makalah Satuan Pendidikan dan Program Pendidikan Non Formal. Bandung: Diklat Supervisi dan BimbinganTeknis Pendidikan Non Formal.
2. Suhari, Mukhlis. 2009. Diklat. Diakses: tanggal 5 April 2009. Sumber: www.suhardi-mukhlis.co.cc/download/3/ -
Empat Pilar Pendidikan
Empat Pilar Pendidikan
Pendidikan selama ini didasarkan pada 4 hal (4 pilar of education) :
1. Learning to how (belajar untuk tahu)
2. Learning to do (belajar unutk berbuat) : memperoleh bukan hnaya keterampilan okupasif, pekerjaan, jabatan, melainkan memperoleh kompetensi u menghadapi banyak situasi dalam pekerjaan, mengahadapi pekerjaan dalam bentuk tim. Dalam konteks bebagai pengalaman social dan kerja orang muda ini bisa bersift formal, informal, berupa kursus & alternative lainnya.
3. Learning to live together (belajar untuk bersama) : mengembangkan pemahaman thdp orang lain dan mengharhagai saling ketergantungan, untuk mengelola konflik, menghargai nilai2 pluralisme shg muncul saling pengertian dan kedamaian.
4. Learning to be (belajar untuk tetap ada-secara esensi kemanusiaan) : mengembangkan kepribadian seseorang dan mampu bertindak dengan otonomi/ mandiri yang lebih luas, pengambilan keputusan dan tanggunga jawab pribadi. Tidak menganggap remeh setiap aspek potensi orang: memori, bernalar, fisika, keterampilan berkomunikasi.
Pendidikan selama ini didasarkan pada 4 hal (4 pilar of education) :
1. Learning to how (belajar untuk tahu)
2. Learning to do (belajar unutk berbuat) : memperoleh bukan hnaya keterampilan okupasif, pekerjaan, jabatan, melainkan memperoleh kompetensi u menghadapi banyak situasi dalam pekerjaan, mengahadapi pekerjaan dalam bentuk tim. Dalam konteks bebagai pengalaman social dan kerja orang muda ini bisa bersift formal, informal, berupa kursus & alternative lainnya.
3. Learning to live together (belajar untuk bersama) : mengembangkan pemahaman thdp orang lain dan mengharhagai saling ketergantungan, untuk mengelola konflik, menghargai nilai2 pluralisme shg muncul saling pengertian dan kedamaian.
4. Learning to be (belajar untuk tetap ada-secara esensi kemanusiaan) : mengembangkan kepribadian seseorang dan mampu bertindak dengan otonomi/ mandiri yang lebih luas, pengambilan keputusan dan tanggunga jawab pribadi. Tidak menganggap remeh setiap aspek potensi orang: memori, bernalar, fisika, keterampilan berkomunikasi.
Gangguan Belajar: Disleksia
GANGGUAN BELAJAR (LEARNING DISABILITIES) : DISLEKSIA
I. PENDAHULUAN
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seorang pendidik harus mengidentifikasi gangguan-gangguan belajar yang dapat terjadi pada anak.
Gangguan kesulitan belajar (learning disabilities/ LD) merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemui dalam dunia pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah kondisi yang dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga presatsi belajarnya rendah dan anak beresiko tinggi tinggal kelas (Yusuf, M, 2003).
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas.
Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Salah satu penyebab gangguan belajar (learning disability/ LD) yang sering terjadi dikenal dengan istilah disleksia, yaitu gangguan membaca spesifik pada anak. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1896. Disleksia mengenai sekitar 80% dari kelompok individu dengan gangguan belajar. Disleksia terjadi pada 5%-10% seluruh anak di dunia. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
Contoh disleksia adalah seorang teman agak cemas ketika anaknya yang berumur 3 tahun selalu terbalik-balik mengucap kata-kata tertentu. Misalnya saja kata sobek disebut rsebok atau kata gajah disebut jagah. Setelah diperiksa, ternyata si anak menderita disleksia.
Yang menarik, disleksia ternyata tidak hanya menyangkut kemampuan baca dan tulis, melainkan bisa juga berupa gangguan dalam mendengarkan atau mengikuti petunjuk, bisa pula dalam kemampuan bahasa ekspresif atau reseptif, kemampuan membaca rentetan angka, kemampuan mengingat, kemampuan dalam mempelajari matematika atau berhitung, kemampuan bernyanyi, memahami irama musik, dll.
Ternyata pula disleksia ini bukan hanya terjadi pada anak-anak saja. Orang dewasapun mengalaminya. Contohnya saja Presiden George W Bush pernah salah saat berkampanye. Ingin menyebut peacemaker menjadi pacemaker, yang artinya sungguh jauh berbeda.
II. PERMASALAHAN
1. Apa itu disleksia?
2. Apakah ciri-cirianak yang mengalami disleksia?
3. Adakah individu disleksia mempunyai keistimewaan ?
4. Masalah-masalah apa saja yang mungkin dialami anak disleksia?
5. Bagaimana membantu anak-anak bermasalah disleksia ?
III. PEMBAHASAN
Kesulitan belajar pertama kali dirumuskan sebagai kesulitan belajar secara spesifik. Pada tahun 1878 dr. Kussmaul dari Jerman melaporkan adanya seorang lelaki yang mempunyai kecerdasan normal tapi tidak dapat membaca, yang diistilahkannya sebagai ”buta membaca” (reading blindness). Sembilan tahun kemudian, Dr. Berlin, doctor berkebangsaan Jerman yang lain, menamakan kondisi tersebut dengan dyslexia.
Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal").
Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai "Alexia". Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah.
Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua. Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi dyslexia adalah Albert Einstein, Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg dan Vanessa Amorosi
3. 1. Apa yang dimaksud dengan disleksia?
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang yang akurat.
3. 2. Disleksia dan otak kita.
Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun 1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan apapun dibandingkan teman-temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.
Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.
3. 3. Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.
Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
• Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
• Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
• Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
• Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
• Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
• Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
• Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
• tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).
• Daya ingat jangka pendek yang buruk
• Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
• Tulisan tangan yang buruk
• Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
• Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
• Kesulitan dalam mengingat kata-kata
• Kesulitan dalam diskriminasi visual
• Kesulitan dalam persepsi spatial
• Kesulitan mengingat nama-nama
• Kesulitan / lambat mengerjakan PR
• Kesulitan memahami konsep waktu
• Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
• Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
• Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
• Kesulitan membedakan kanan kiri
Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :
• Salah pelafalan kata-kata yang panjang
• Bicara tidak lancar
• Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan dalam membaca:
• Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
• Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
• Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
• Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
• Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
• Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
• Kesulitan mengeja
• Membaca sangat lambat dan melelahkan
• Tulisan tangan berantakan
• Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
• Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.
(Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)
3. 4. Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut.
Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
VI. KESIMPULAN
1. Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain.
2. Disleksia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Meskipun faktor genetik cenderung menjadi penyebab utama.
3. Tanda-tanda disleksia tidaklah terlalu sulit dikenali apabila para orangtua memerhatikan anak secara cermat. Jika perasaan Anda mengatakan ada sesuatu yang terasa berbeda pada anak Anda, segera periksakan sekarang.
4. Hasil penelitian telah menjelaskan semakin dini deteksi disleksia pada anak semakin baik. Waktu yang ideal untuk memulai program remediasi adalah antara usia empat sampai tujuh tahun.
5. Disleksia dapat disembuhkan dan peran orangtua sangat diperlukan untuk terlibat aktif untuk penyembuhan disleksia pada anak. Dukungan orangtua merupakan sumber utama bagi kesembuhan disleksia pada anak.
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Emmy. (2008). Jenis-jenis Disleksia. Dapat diperoleh melalui URL : http://sehatbugar.multiply.com/journal/item/102/102.html.
2. Meida, Ira. (2007). Disleksia Bukan Berarti Bodoh. Dapat diperoleh melalui URL : http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=4926.html.
3. Selikowitz, Mark. (1995). Dyslexia and Other Learning Difficulties-The Fact. New York: Oxford University Press.
4. Yosri, Mohamed dan Yong, Mohamed. (2009). Dyslexia. Dapat diperoleh melalui URL http://www.geocities.com/alam_penyakit/PenyakitDyslexia.html.
5. Weinstein, Lissa. (2007). Living with Dyslexia: Pergulatan Ibu Melepaskan Putranya dari Derita Kesulitan Belajar. Bandung: Qanita.
I. PENDAHULUAN
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seorang pendidik harus mengidentifikasi gangguan-gangguan belajar yang dapat terjadi pada anak.
Gangguan kesulitan belajar (learning disabilities/ LD) merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemui dalam dunia pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah kondisi yang dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga presatsi belajarnya rendah dan anak beresiko tinggi tinggal kelas (Yusuf, M, 2003).
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas.
Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Salah satu penyebab gangguan belajar (learning disability/ LD) yang sering terjadi dikenal dengan istilah disleksia, yaitu gangguan membaca spesifik pada anak. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1896. Disleksia mengenai sekitar 80% dari kelompok individu dengan gangguan belajar. Disleksia terjadi pada 5%-10% seluruh anak di dunia. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
Contoh disleksia adalah seorang teman agak cemas ketika anaknya yang berumur 3 tahun selalu terbalik-balik mengucap kata-kata tertentu. Misalnya saja kata sobek disebut rsebok atau kata gajah disebut jagah. Setelah diperiksa, ternyata si anak menderita disleksia.
Yang menarik, disleksia ternyata tidak hanya menyangkut kemampuan baca dan tulis, melainkan bisa juga berupa gangguan dalam mendengarkan atau mengikuti petunjuk, bisa pula dalam kemampuan bahasa ekspresif atau reseptif, kemampuan membaca rentetan angka, kemampuan mengingat, kemampuan dalam mempelajari matematika atau berhitung, kemampuan bernyanyi, memahami irama musik, dll.
Ternyata pula disleksia ini bukan hanya terjadi pada anak-anak saja. Orang dewasapun mengalaminya. Contohnya saja Presiden George W Bush pernah salah saat berkampanye. Ingin menyebut peacemaker menjadi pacemaker, yang artinya sungguh jauh berbeda.
II. PERMASALAHAN
1. Apa itu disleksia?
2. Apakah ciri-cirianak yang mengalami disleksia?
3. Adakah individu disleksia mempunyai keistimewaan ?
4. Masalah-masalah apa saja yang mungkin dialami anak disleksia?
5. Bagaimana membantu anak-anak bermasalah disleksia ?
III. PEMBAHASAN
Kesulitan belajar pertama kali dirumuskan sebagai kesulitan belajar secara spesifik. Pada tahun 1878 dr. Kussmaul dari Jerman melaporkan adanya seorang lelaki yang mempunyai kecerdasan normal tapi tidak dapat membaca, yang diistilahkannya sebagai ”buta membaca” (reading blindness). Sembilan tahun kemudian, Dr. Berlin, doctor berkebangsaan Jerman yang lain, menamakan kondisi tersebut dengan dyslexia.
Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal").
Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai "Alexia". Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah.
Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua. Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi dyslexia adalah Albert Einstein, Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg dan Vanessa Amorosi
3. 1. Apa yang dimaksud dengan disleksia?
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang yang akurat.
3. 2. Disleksia dan otak kita.
Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun 1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan apapun dibandingkan teman-temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.
Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.
3. 3. Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.
Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
• Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
• Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
• Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
• Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
• Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
• Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
• Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
• tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).
• Daya ingat jangka pendek yang buruk
• Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
• Tulisan tangan yang buruk
• Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
• Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
• Kesulitan dalam mengingat kata-kata
• Kesulitan dalam diskriminasi visual
• Kesulitan dalam persepsi spatial
• Kesulitan mengingat nama-nama
• Kesulitan / lambat mengerjakan PR
• Kesulitan memahami konsep waktu
• Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
• Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
• Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
• Kesulitan membedakan kanan kiri
Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :
• Salah pelafalan kata-kata yang panjang
• Bicara tidak lancar
• Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan dalam membaca:
• Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
• Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
• Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
• Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
• Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
• Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
• Kesulitan mengeja
• Membaca sangat lambat dan melelahkan
• Tulisan tangan berantakan
• Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
• Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.
(Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)
3. 4. Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut.
Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
VI. KESIMPULAN
1. Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain.
2. Disleksia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Meskipun faktor genetik cenderung menjadi penyebab utama.
3. Tanda-tanda disleksia tidaklah terlalu sulit dikenali apabila para orangtua memerhatikan anak secara cermat. Jika perasaan Anda mengatakan ada sesuatu yang terasa berbeda pada anak Anda, segera periksakan sekarang.
4. Hasil penelitian telah menjelaskan semakin dini deteksi disleksia pada anak semakin baik. Waktu yang ideal untuk memulai program remediasi adalah antara usia empat sampai tujuh tahun.
5. Disleksia dapat disembuhkan dan peran orangtua sangat diperlukan untuk terlibat aktif untuk penyembuhan disleksia pada anak. Dukungan orangtua merupakan sumber utama bagi kesembuhan disleksia pada anak.
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Emmy. (2008). Jenis-jenis Disleksia. Dapat diperoleh melalui URL : http://sehatbugar.multiply.com/journal/item/102/102.html.
2. Meida, Ira. (2007). Disleksia Bukan Berarti Bodoh. Dapat diperoleh melalui URL : http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=4926.html.
3. Selikowitz, Mark. (1995). Dyslexia and Other Learning Difficulties-The Fact. New York: Oxford University Press.
4. Yosri, Mohamed dan Yong, Mohamed. (2009). Dyslexia. Dapat diperoleh melalui URL http://www.geocities.com/alam_penyakit/PenyakitDyslexia.html.
5. Weinstein, Lissa. (2007). Living with Dyslexia: Pergulatan Ibu Melepaskan Putranya dari Derita Kesulitan Belajar. Bandung: Qanita.
Selasa, 28 April 2009
Menjadi Guru
Perkenalan Pengelola Blog:
Nama : Yeni Ronalisa S
TTL : Samarinda, 29 April 1981
Alamat : Jl. AM. Sangaji Gg 16 No 23 Samarinda
Saya seorang guru di SMA Kesatuan 1 Samarinda dan pada tahun 2008 saya mendirikan Rumah Belajar Cendikia, yang menyelenggarakan Pendidikan Anak Usia Dini KB Cendikia, les calistung dan bimbel anak & remaja.
Guru
Menjadi panutan muridnya
Menjadi pengarah muridnya
Menjadi contoh bersikap muridnya
Menjadi sumber ilmu dari muridnya
Guru
Memberi tanpa kenal lelah
Beramal tanpa meminta
Mengajarkan berbagai kehidupan
Berjasa bagi siapa pun yang pernah belajar
Guru
Dengan keikhlasan dirimu memberi ilmu
Maka doamu akan di denganr oleh yang Maha Mendengar
Samarinda, 29 April 2007